Sai Batin

Sai Batin

Sai Batin

Sai Batin Kedau Rakyat

Sai Batin Kedau Harkat

Sai Batin Kedau Derajat

Sai Batin Kedau Adat

Sai Batin mejaung de hejaungan

Sai Batin nyeceng pamanuhan

Lampung Barat, Lampung, Indonesia
Tahun 1989, Pangeran Edward Syah Pernong dinobatkan sebagai Sai Batin Kepaksian Pernong, dengan gelar Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi yang Dipertuan Sekala Beghak XXIII

19/02/09

Pangeran Dilantik Sebagai Kapolwiltabes Semarang





Kapolda Jateng Irjen Pol Alex Bambang Riatmodjo meminta kepada Kapolwiltabes Semarang yang baru, Kombes Pol Edward Syah Pernong SH, untuk menuntaskan kasus-kasus menonjol yang belum terungkap dan menjadi pekerjaan rumah sepanjang tahun 2008.

Menurut Kapolda, tingkat kriminalitas di Kota Semarang menempati peringkat I tertinggi dibandingkan dengan wilayah hukum lain di Jawa Tengah. Dari 1.716 kasus pidana menonjol yang dilaporkan, baru 927 kasus yang terselesaikan. Sementara, secara keseluruhan laporan yang masuk yakni, 4.400 kasus 2.911 diantaranya dapat diungkapkan.

"Saya percaya dan yakin, dengan pengalaman dan kompetensi yang dimiliki, Kapolwiltabes yang baru akan dapat segera menyesuaikan diri dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi keberhasilan pelaksanaan tugas yang akan datang," ungkap Kapolda saat membacakan amanat pada upacara serah terima jabatan (sertijab) Kapolwiltabes Semarang, Rabu (18/2) pagi.

Edward Syah Pernong menggantikan Kombes Masjhudi yang akan menjabat sebagai Wakapolda Kepulauan Bangka Belitung. Hadir acara itu, pejabat tinggi jajaran Muspida Tingkat II dan seluruh Kapolres Polwiltabes Semarang.

Dijelaskan Kapolda, selama Januari 2009 saja, jumlah kasus tindak pidana yang tercatat mencapai 402 kasus dan yang tertangani masih 51 persen. Tingginya tingkat kriminalitas di Semarang, menurut Kapolda, karena sebagai ibukota Jawa Tengah yang secara geografis memiliki posisi strategis dalam koridor pembangunan.

Untuk itu, Kapolwiltabes diminta segera menyusun langkah dan memberikan upaya serta terobosan untuk menciptakan kondisi yang aman dan tertib.

"Berikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Hindari sikap arogan serta perbuatan anggota yang dapat menimbulkan antipasti masyarakat. Terapkanlah polisi yang tegas dan humanis lewat pemolisian dengan cinta kasih," pesan Alex Bambang.

Kepada seluruh jajaran, Kapolda meminta agar seluruh anggota bekerja secara profesional dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. "Katakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah."

Melakukan Evaluasi

Sementara itu, Edward S Pernong seusai sertijab mengatakan, terhadap pengungkapan kasus menonjol yang belum terselesaikan, dia akan melakukan evaluasi. Dengan demikian, akan dapat dilihat langkah apa yang dapat diambil dan dioptimalkan untuk pengungkapan kasus.

"Saya akan mengoptimalkan langkah dan kebijakan pejabat lama. Termasuk termasuk struktur

organisasi yang sudah tersusun dengan baik. Saya akan mengenali lingkungan dulu untuk memberikan kontribusi dan menentukan langkah yang cukup strategis dalam rangka mengelola keamanan Semarang," kata Edward yang sebelumnya bertugas sebagai Penyidik Utama Tindak Pidana tertentu (Tipiter) Bareskrim Mabes Polri.

Ditambahkannya, tugas terpenting lain adalah mempersiapkan pengamanan Pemilu yang tinggal 53 hari lagi. Dia meminta seluruh jajarannya agar mendukung dan dan melakukan persiapan dan kesiapan baik sarana maupun prasarana, demi terpeliharanya suasana yang kondusif.

Kepada Masjhudi, Kapolda menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang telah memimpin jajarannya dengan penuh semangat pengabdian dan dedikasi yang tinggi.

(sumber : http://www.suaramerdeka.com/beta1/index.php?fuseaction=news.detailNews&id_news=23208)
Read More......

20/01/09

Sekala Brak : Mata Air Kearifan



Kehadiran Forum Komunikasi Masyarakat Sekala Brak di Jakarta, merupakan bentuk ikhtiar kita untuk memikirkan kehidupan. Sekaligus merupakan bentuk syukur kita atas segala anugerah yang telah Allah berikan pada kita. Karena forum ini bertujuan untuk memikirkan kehidupan masyarakat Sekala Brak, khususnya, dan masyarakat Lampung pada umumnya.

Ada tiga isu strategis yang harus kita cermati, kita pelajari dan kita agendakan.
Pertama adalah tanggung jawab Forum Komunikasi Masyarakat Sekala Brak di Jakarta terhadap kehidupan budaya Sekala Brak. Nama forum ini telah menunjukkan tanggung jawab budaya yang harus dipikul. Sekala Brak merupakan entitas budaya, dimana seluruh masyarakat Lampung berasal. Sekala Brak merupakan asal-muasal sumber budaya masyarakat Lampung. Meskipun saat ini masyarakat Lampung memiliki dua bentuk ekspresi kebudayaan, yaitu kebudayaan Saibatin dan kebudayaan Pepadun, namun bila dicermati dengan seksama ada kesamaan bentuk-bentuk budaya dari keduanya. Dan kesamaan itu bukan merupakan kebetulan ataupun hasil rekayasa, namun karena memang sesungguhnya keduanya sama. Sama-sama mengakui Sekala Brak sebagai asal-usulnya. Sama-sama menggunakan simbol Pepadun, yang bermakna tahta. Artinya masyarakat Lampung adalah masyarakat yang memiliki derajat tinggi dan memiliki kebudayaan yang tinggi. Hanya karena ulah penjajah-lah sehingga sampai sekarang dikesankan ada perbedaan atau bahkan perpecahan. Perlu saya tegaskan di sini bahwa Saibatin maupun Pepadun memiliki akar yang sama. Dan karena itu tanggung jawab forum ini adalah merekatkan kembali dua kebudayaan tersebut. Cara merekatkan adalah dengan tidak mencari perbedaan tapi memupuk kesamaan.
Selain itu, tanggung jawab forum ini adalah terus-menerus mengkaji, meneliti, dan mempublikasikan hasil kajian dan penelitiannya, agar masyarakat Sekala Brak lebih memahami sejarahnya, memahami budaya dan nilai-nilai tradisinya. Dengan mempublikasikan hasil kajian dan penelitian kebudayaan itu, diharapkan masyarakat lain, baik masyarakat Indonesia maupun dunia internasional akan lebih mengenal kebudayaan Saibatin.

Harus secara jujur kita akui, saat ini masih minim kesadaran masyarakat Sekala Brak untuk meneliti dan mengkaji sejarah dan kebudayaannya. Oleh sebab itu forum ini perlu berupaya sungguh-sungguh untuk mendorong dilakukannya penelitian dan pengkajian sejarah Sekala Brak.
Saya memberi apresiasi atas munculnya buku atau website dan blog dari masing-masing Kepaksian, ataupun masing-masing marga. Buku atau website dan blog yang muncul sebagian besar masih berdasarkan cerita lisan maupun mitos-mitos. Apa yang sudah dilakukan itu perlu didorong untuk diteliti lebih jauh, agar dapat ditemukan benang merahnya.
Tanggung jawab kedua adalah tanggung jawab sosial. Artinya bagaimana Forum Komunikasi Masyarakat Sekala Brak di Jakarta ini memiliki kepedulian untuk membangun kehidupan sosial yang lebih baik di wilayah Sekala Brak, Lampung Barat dan Lampung secara keseluruhan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membina generasi muda di Lampung Barat maupun Lampung untuk berwirausaha dengan memanfaatkan potensi alam dan potensi budaya yang ada. Kita perlu memotivasi mereka agar tidak semata-mata bercita-cita menjadi pegawai negeri, tapi menjadi wirausahawan. Dengan tumbuhnya wirausahawan-wirausahawan muda, diharapkan dalam 5 – 10 tahun ke depan kehidupan di Lampung akan lebih maju. Kita perlu mendorong generasi muda agar menjadi wirausahawan yang peduli pada budaya lokal.
Dan tanggung jawab yang ketiga adalah di bidang pembangunan. Kita perlu bersama-sama dengan pemerintah daerah, baik kabupaten maupun propinsi meningkatkan pembangunan Lampung. Hal yang penting untuk melakukan pembangunan adalah terciptanya keamanan di Lampung. Dengan keamanan yang terjaga akan menumbuhkan iklim investasi dan gairah berwirausaha yang sehat. Dengan adanya investasi dan tumbuhnya wirausahawan baru di Lampung akan tercipta pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan juga bisa kita lakukan melalui jalur pendidikan. Agar anak-anak didik tidak kehilangan jati dirinya, maka perlu diupayakan agar sejarah dan kebudayaan Sekala Brak dapat masuk dalam muatan lokal kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah Lampung sesuai dengan jenjang pendidikan.

Selain itu kita juga perlu memikirkan pembangunan di bidang pariwisata, khususnya pariwisata berbasis alam dan komunitas. Di Sekala Brak pada dasarnya memenuhi syarat untuk dibangun fasilitas untuk wisatawan. Kita bisa menjadikan kawasan hutan lindung sebagai kawasan wisata alam, menjadikan rumah-rumah penduduk yang masih asli sebagai fasilitas hunian sementara untuk wisatawan. Dengan demikian masyarakat akan ikut merasakan dampak pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.
Dan tanggung jawab terakhir yang lebih kontekstual adalah bagaimana peranan Forum Komunikasi Masyarakat Sekala Brak di Jakarta mampu bersama masyarakat dan Pemerintah Daerah Lampung mengantisipasi krisis global saat ini.
Bisa dikatakan, krisis global dipicu oleh sistem bisnis kapitalis. Sistem bisnis kapitalis ini jelas pro pasar, tidak ada perlindungan atau pembelaan pada ekonomi lemah. Prinsipnya adalah persaingan bebas. Dengan sistem pasar bebas seperti itu, ekonomi kecil dan menengah terlindas oleh ekonomi kuat.
Belajar dari pengalaman itu, maka tugas Forum ini untuk mengatasi krisis global ialah : kita harus meyakinkan semua pihak, terutama masyarakat Lampung agar percaya pada kemampuan diri sendiri, memberdayakan UKM, dan melakukan produksi dengan bahan baku lokal (tidak tergantung dengan impor bahan baku).
Saya yakin masyarakat Lampung memiliki kemampuan untuk melakukan itu. Kekayaan alam yang berada di bumi Lampung dapat dikelola secara bijaksana untuk kepentingan masyarakat Lampung. SDM yang ada juga bisa lebih ditingkatkan agar berdaya saing tinggi. Dan yang lebih penting adalah mengembangkan industri kreatif, yaitu jenis industri yang lebih mengandalkan kualitas SDM, bukan bertumpu pada kekuatan modal, bahan baku alami, dan sebagainya. Jenis industri kreatif yang bisa dilakukan di Lampung antara lain : kerajinan berbasis budaya dengan memanfaatkan bahan dari alam yang tidak merusak lingkungan, bidang IT, dan jasa pariwisata. Perlu sinergi antarsemua pihak, yaitu pemerintah daerah, kaum akademisi, praktisi, dan masyarakat untuk bersama-sama membangun daya saing masyarakat, demi menghadapi krisis ini. Pemerintah Daerah perlu membuat grand desain pembangunan ekonomi yang menyertakan masyarakat Lampung, khususnya yang memiliki keahlian. Perlu dilakukan pelatihan-pelatihan peningkatan skill masyarakat Lampung.
Bila masyarakat Lampung dapat mengandalkan kekuatan diri sendiri, maka krisis ini tak akan membawa dampak besar pada masyarakat Lampung.

Read More......

Tulang Bawang, Rangkaian Sejarah Yang Hilang



Banyak pertanyaan diajukan mengenai keberadaan Kerajaan Tulang Bawang. Sejarah Indonesia, dan keyakinan masyarakat Lampung menyatakan pada suatu masa ada sebuah kerajaan besar di Lampung. Kerajaan itu sudah terlanjur menjadi identitas Lampung dalam konteks Indonesia modern. Pertanyaan-pertanyaan yang mengemuka adalah, bagaimana asal-mula Kerajaan Tulang Bawang, dimana pusat Kerajaannya, siapa raja yang memerintah, dan siapa pula pewaris tahtanya hingga sekarang. Banyak sejarawan, antropolog maupun arkeolog, bahkan pemerintah Provinsi Lampung pun, berusaha keras untuk menemukan kembali rangkaian sejarah 'yang hilang' itu. Meski hingga kini situs Kerajaan Tulang Bawang belum dapat dilacak keberadaannya, namun usaha-usaha untuk meneliti dan menggali jejak-jejak peninggalannya perlu terus dilakukan.

Keberadaan Tulang Bawang, dalam berbagai referensi, mengacu pada kronik perjalanan pendeta Tiongkok, I Tsing. Disebutkan kisah pengelana dari Tiongkok, I Tsing (635-713). Seorang biksu yang berkelana dari Tiongkok (masa Dinasti Tang) ke India, dan kembali lagi ke Tiongkok. Ia tinggal di Kuil Xi Ming dan beberapa waktu pernah tingal di Chang’an. Ia menerjemahkan kitab agama Budha berbahasa Sanskerta ke dalam bahasa Cina. Dalam perjalanannya itu, kronik menulis I Tsing singgah di Sriwijaya pada tahun 671. Ia mengunjungi pusat-pusat studi agama Budha di Sumatera, di antaranya selama dua bulan di Jambi dan setelah itu konon tinggal selama 10 tahun di Sriwijaya (685-695). Dalam perjalanannya itu, I Tsing dikabarkan menyebut nama suatu tempat dengan “To Lang P'ohwang”. Kata “To Lang P'ohwang” merupakan bahasa Hokian, bahasa yang digunakan I Tsing. Ada yang menerjemahkan “To Lang P'ohwang” sebagai Tulang Bawang. Salah satunya adalah Prof. Hilman Hadikusuma, ahli hukum adat dan budayawan Lampung tersebut memberi uraian perihal sejarah Lampung, khususnya dalam menafsir To Lang P'ohwang sebagai Kerajaan Tulang Bawang.

Dalam situs melayuonline.com, disebutkan : Kerajaan Tulang Bawang merupakan salah satu kerajaan Hindu tertua di Nusantara. Tidak banyak catatan sejarah yang mengungkap fakta tentang kerajaan ini. Sebab, ketika Che-Li-P'o Chie (Kerajaan Sriwijaya) berkembang, nama dan kebesaran Kerajaan Tulang Bawang justru pudar.
Menurut catatan Tiongkok kuno, sekitar pertengahan abad ke-4 pernah ada seorang Bhiksu dan peziarah bernama Fa-Hien (337-422), ketika melakukan pelayaran ke India dan Srilangka, terdampar dan pernah singgah di sebuah kerajaan bernama To-Lang P'o-Hwang (Tulang Bawang), tepatnya dipedalaman Chrqse (Sumatera).
Sumber lain menyebutkan bahwa ada seorang pujangga Tiongkok bernama I-Tsing yang pernah singgah di Swarna Dwipa (Sumatera). Tempat yang disinggahinya ternyata merupakan bagian dari Kerajaan Sriwijaya. Ketika itu, ia sempat melihat daerah bernama Selapon. Ia kemudian memberi nama daerah itu dengan istilah Tola P'ohwang. Sebutan Tola P'ohwang diambil dari ejaan Sela-pun. Untuk mengejanya, kata ini di lidah sang pujangga menjadi berbunyi so-la-po-un. Orang China umumnya berasal
dari daerah Ke'. I-Tsing, yang merupakan pendatang dari China Tartar dan lidahnya tidak bisa menyebutkan So, maka ejaan yang familiar baginya adalah To. Sehingga, kata solapun atau selapon disebutkan dengan sebutan Tola P'ohwang. Lama kelamaan, sebutan itu menjadi Tolang Powang atau kemudian menjadi Tulang Bawang.
Kerajaan Sriwijaya merupakan federasi atau gabungan antara Kerajaan Melayu dan Kerajaan Tulang Bawang (Lampung). Pada masa kekuasaan Sriwijaya, pengaruh ajaran agama Hindu sangat kuat. Orang Melayu yang tidak dapat menerima ajaran tersebut, sehingga mereka kemudian menyingkir ke Skala Brak. Namun, ada sebagian orang Melayu yang menetap di Megalo dengan menjaga dan mempraktekkan budayanya sendiri yang masih
eksis. Pada abad ke-7, nama Tola P'ohwang diberi nama lain, yaitu Selampung, yang kemudian dikenal dengan nama Lampung. (sumber : http://history.melayuonline.com/?a=a1Z1L29QTS9VenVwRnRCb20%3D=&l=kerajaan-tulang-bawang)
Hanya itulah data yang dimiliki hingga saat ini. Dalam situs melayuonline.com, sebuah situs yang sangat lengkap mendata khazanah kebudayaan Melayu, tidak ada penjabaran lebih jauh.
Dalam setiap kesempatan, kami selalu mendorong agar dilakukan penelitian dan kajian secara intensif agar keberadaan Kerajaan Tulang Bawang dapat dilacak dengan jelas. Karena bila memang pernah ada kerajaan tersebut, akan muncul kajian yang bagi kami lebih menarik, yaitu bagaimana hubungan Paksi Pak Sekala Brak dengan Tulang Bawang. Kajian semacam ini akan semakin memperlengkap dokumen kita tentang sejarah Lampung. Kelengkapan dokumen sejarah Lampung tersebut, bila tercapai, akan dapat dijadikan dasar pijak pembangunan kebudayaan masyarakat Lampung.




Read More......

18/12/08

Syukuran Alprinse Syah Pernong


Setelah menunggu waktu yang cukup lama, akhirnya Allah mengabulkan doa-doa Pangeran Edwardsyah Pernong, gelar Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi Sekala Beghak Yang Dipertuan Agung ke-23, dan Nurul Adiati, gelar Ratu Mas Inton Dalom Ratu Paksi Buay Pernong. Pada tanggal 10 Oktober 2007 lahir putra pangeran, yang diharap-harapkan dapat menjadi penerus Sai Batin Paksi Buay Pernong Paksi Pak Sekala Beghak. Alprinse Syah Pernong, begitu nama yang diberikan oleh Pangeran Edward pada sang buah hati, putra kedua Pangeran Edward.
Sebagaimana lazimnya tata cara adat, kelahiran putra mahkota layak untuk diberi penghormatan sesuai tradisi. Bukan untuk berbangga hati, melainkan karena kelahiran putra mahkota memberi harapan akan terus berjalannya adat-budaya Paksi Buay Pernong, sebagai kesatuan adat dan budaya. Syukuran atas kelahir putra mahkota, Pangeran Alprinse Syah Pernong dilakukan Senin 19 Mei 2008, di Batu Brak.
Menurut Pangeran Edward, kelahiran Pangeran Alprinse Syah Pernong itu diharapkan menjadi penerus kepemimpinan raja adat di kerajaan adat Sekala Beghak pada masa mendatang, serta meneruskan tanggung jawab mengurus dan menyayangi keluarga besar Kepaksian Pernong Paksi Pak Sekala Beghak.
Tanggal 19 Mei sepertinya menjadi penanda waktu yang penting, karena pada tanggal itu pula genap 19 tahun Pangeran Edward memimpin Paksi Buay Pernong, sebagai Sai Batin.
Prosesi dimulai dengan penyambutan kedatangan Pangeran Edward Syah Pernong bersama keluarga di Gedung Dalom, pada Sabtu 17 Mei, sekitar pukul 15.00. Pangeran Edward Syah disambut para raja yang ada di bawah Kepaksian Pernong, dengan arak-arakan adat. Semua keperluan arak-arakan penyambutan Sai Batin itu berasal dari warga Buay Pernong untuk menunjukkan kecintaan dan kesetiaan mereka pada Sai Batin-nya.
Pangeran Edwardsyah Pernong bersama rombongan disambut oleh Raja Mangku Bumi Pemapah Dalom Beny Anas Bunyamin, bersama puluhan raja adat Kepaksian Pernong.
Dalam pengarahannya kepada para raja, Pangeran Edwardsyah Pernong mengatakan kegiatan itu merupakan kegiatan terbesar yang digelar kerajaan tersebut selama ia menjabat sebagai Sai Batin. "Saya minta kalian semua bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Karena syukuran ini sekaligus memperingati 19 tahun kepemimpinan menjadi panutan di Kepaksian Pernong ini," kata Pangeran Edward.

Pada acara puncak syukuran tersebut Pangeran Edward juga mengundang Sai Batin Buay Belunguh, Sai Batin Buay Nyekhupa, dan Sai Batin Bejalan Diway, serta beberapa kerajaan adat yang berada di Indonesia, antara lain Kesultanan Solo dan Makassar. Dan dari unsur Pemerintah Daerah yang diundang antara lain Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P, bupati dan wali kota se-Lampung.
Di ruang pertemuan, Pangeran Edward Syah duduk sejajar dengan Sai Batin Nyekhupa, Sai Batin Bejalan Diway, dan Sai Batin Belunguh.
Prosesi syukuran dimulai dengan dinaikkannya Pangeran Alprinse Syah Pernong ke dalam tandu berbentuk burung, dipangku oleh Permaisuri Nurul Adiati, gelar Ratu Mas Inton Dalom Ratu Paksi Buay Pernong. Arak-arakan dimulai dengan dentuman meriam. Lalu arakan berjalan sejauh 1 kilometer, selama dalam perjalanan dentuman meriam menggelegar sebanyak tujuh kali.

Selesai melakukan arakarakan, Pangeran digendong oleh Ibunda Permaisuri Nurul Adiati, untuk menemui para tamu undangan, disertai dengan lantunan shalawat. Tampak Pangeran Alprinse Syah Pernong tersenyum dan tanpa rasa takut menerima peluk-cium dari Ayahanda-nya Pangeran Edward Syah Pernong, dilanjutkan dengan Sai Batin dari kepaksian yang lain, dan tamu undangan yang lain.

Tasyakuran dengan prosesi adat lengkap tersebut, sudah lebih dari seratus tahun tidak dilakukan, karena itu sangat wajar bila acara itu menarik minat masyarakat Lampung, juga media massa. Dalam kesempatan tersebut dikeluarkan seluruh pusaka Paksi Buay Pernong, termasuk meriam kuno, yang dalam acara-acara adat lain tak pernah ditampilkan.
Dalam kesempatan bahagia itu, Pangeran Edward Syah Pernong juga memberikan gelar adat kepada Tursandy Alwi, Ari Yusuf Amir, Peter Son Syukri, Pujiharto (Mataram), Hengky (anggota DPRD Jawa Tengah asal Lampung Barat), dan Erwin Muslimin Singajuru. Selain itu akan diberikan penghargaan Pengahut Dalom kepada Henry Yosodiningrat (Ketua Umum Granat), AKBP Yusril (Polda Lampung), Imam Tarmizi (Sungkai), Kapolda Lampung, kapolres Way Kanan, Bupati Lambar Mukhlis Basri, Ketua DPRD Dadang Sumpena, dandim 0422/LB, Kajari Liwa, ketua pengadilan, dan sekkab Lampung Utara.


Read More......

11/12/08

Antara Tanggung Jawab Adat dan Tanggung Jawab Negara


Selain tanggung jawab adat yang diemban, sebagaimana kakek dan ayahandanya semasa hidup, juga berjuang, mengabdi, dan membela Republik Proklamasi, Pangeran Edward mengemban tugas negara. Ia menjadi Sai Batin bagi masyarakat adatnya yang terwarisi dan bersatu secara turun temurun, sekaligus mengabdi kepada bangsa dan negara melalui jalur kepolisian negara. “Kalau dalam hal membela Republik ini, putra-putra terbaik Kepaksian Pernong telah membuktikannya, lima tokoh di antara leluhur kami dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, paman-paman kami juga tokoh-tokoh masyarakat dan pimpinan daerah yang disegani. Seterusnya, perjuangan mereka kami lanjutkan,” kata Pangeran Edward penuh semangat.

Makna dari tugasnya di negara kesatuan Republik Indonesia sebagai Bhayangkara Negara, baginya seperti reaktualisasi nilai-nilai kejuangan yang ditanamkan ayahandanya, Pangeran Maulana Balyan, dan nilai-nilai luhur adat Sai Batin yang ditanamkan kakeknya, Pangeran Suhaimi. Bahkan dalam banyak hal, dalam menjalankan tugas kepolisian sebagai pengayom masyarakat, nilai-nilai kasih sayang yang ditanamkan ibundanya, Siti Rahmasuri seakan menemukan bentuk penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. “Jadi jelas, nilai-nilai adat yang kami warisi akan menjadi modal dasar dan modal besar untuk mengabdi kepada bangsa ini. Adat menjadi alat pemersatu dan penguatan kebanggaan sebagai bangsa,” kata Pangeran Edward mantap.
Tahun 1992, karena prestasi kerjanya di dinas kepolisian, Pangeran Edward mendapat kesempatan mengikuti pendidikan kembali. Masuk Sekolah Lanjutan Perwira (Selapa) Polri, Pendidikan Reguler Angkatan XX (DikReg XX – 1992-1993) selama 9 bulan. Bertepatan dengan angkatan ini dimulai, lama pendidikan Selapa Polri diubah dari 6 bulan menjadi 9 bulan. Dan ia menyabet prestasi sebagai lulusan terbaik dan ditempatkan di Polda Metro menjadi Kepala Sub Unit I Reserse Umum Polda Metro Jaya. Baru tiga bulan, naik promosi sebagai Kepala Satuan Serse Polres Metro Bekasi (1993-1996). Di Bekasi, ia selama tiga setengah tahun memantapkan pengalaman resersenya.
Di samping banyak kasus-kasus yang berkait dengan masalah pertanahan, wilayah Polres Metro Bekasi waktu itu merupakan kawasan rawan kejahatan. Hampir tiap hari terjadi kejahatan, terutama perampokan. Ketika itu bahkan perampok beroperasi secara berkelompok, dalam waktu hampir bersamaan, turun serentak 150 orang dan merampok ke 30 rumah warga dalam wilayah yang tersebar. “Kita harus kerja keras, berpikir keras, sering kejar-kejaran hingga melintas keluar wilayah,” kenang Pangeran Edward.
Mendekati tiga tahun bertugas di Bekasi, Pangeran Edward mendapat tantangan besar. Tahun 1995, di wilayah kerjanya terjadi perampokan dan pemerkosaan keluarga Acan. Heboh, koran dan televisi melakukan liputan luas dan mendalam. Dalam tempo 11 hari, berkat kerja keras Tim Buru Sergap yang dipimpin Pangeran Edward, para pelakunya tertangkap dan kasus terungkap. Kasus terkuak tuntas tanpa menyisakan tanda tanya di masyarakat. Persidangan pengadilan memberi ganjaran kepada 11 pelakunya, rata-rata 15 tahun penjara.
Karena keberhasilan itu, Presiden Soeharto memanggilnya ke Istana Negara untuk menerima Lencana Adhi Satya Bhakti. “Itu adalah suatu penghargaan khas profesi kepolisian,” kata Jenderal Dibyo Widodo, Kapolri waktu itu. Lencana itu diberikan karena keberhasilan polisi mengungkap kasus besar dan menyita perhatian masyarakat.

Keberhasilan ini membawa Pangeran Edward dipromosikan menjabat Kasat Serse Polres Metro Jakarta Pusat. Tercapailah cita-citanya, tercapailah angan-angannya, terpenuhi keinginannya. “Ternyata Tuhan mendengar doa-doa saya. Tugas ini adalah amanah. Saya harus emban tugas ini dengan penuh tanggung jawab,” katanya.
Saat menjadi Kasat Serse Polres Metro Jakarta Pusat (1996-1998) kembali Pangeran Edward berhasil mengungkap banyak kasus kejahatan, sejumlah di antaranya kasus-kasus besar. Termasuk, kasus Robot Gedek, suatu kasus krimininal yang fenomenal dalam sejarah kriminalitas di ibukota. Robot Gedek, pelaku sodomi terhadap belasan korban, sebagian di antaranya dibunuh. Kasus ini juga menyita perhatian media massa, para ahli psikologi dan hukum, serta proses penuntutan dan pembuktian yang agak rumit. Bahkan kasus ini menjadi inspirasi pembuatan film layar lebar.
Keberhasilan ini juga membawa Pangeran Edward memperoleh penghargaan dari Kepala Kepolisian RI. Langsung pula dipromosikan menjadi Wakil Kepala Polres Metro Jakarta Utara (1998-1999). Saat bertugas di wilayah Jakarta Utara ini, huru hara peristiwa “Mei 1998” yang berkait dengan reformasi terjadi. Pangeran Edward bersama jajarannya bekerja keras agar wilayah Jakarta Utara dapat terus terkendali, tetap kondusif untuk mengantisipasi perkembangan situasi yang memanas waktu itu. “Itu pengalaman pengendalian situasi yang amat dramatis. Memerlukan intuisi tambahan, memerlukan kecakapan pikiran, pengendalian emosi, serta kematangan taktis dalam bertindak,” kenang Pangeran Edward.
Pada saat itulah ia mendapatkan pengalaman berharga. Terutama dari seniornya, Kapolres Metro Jakarta Utara saat itu, Letkol Pol Drs. Wisjalu Amat Sastro, SH. Senior ini mengatakan, “... Dik, dari seluruh rangkaian manajemen itu, Anda harus hati-hati dalam hal yang terakhir ini, kontrol atau dal itu, karena dal itu sangat menentukan betul.” Dal adalah pengendalian. Faktor pengendalian sangat penting. Pangeran Edward menambah pengalaman dalam pengendalian personilnya di lapangan, khususnya ketika harus “mengelola massa”.
Selesai bertugas di Jakarta Utara, Pangeran Edward mengikuti Sekolah Pimpinan (Sespim) Polri atau menjadi Perwira Siswa (Pasis) Sespim Polri Pendidikan Reguler Angkatan XXXV (1999-2000).
Selesai mengikuti Sespim, Pangeran Edward mendapat tugas menjadi Kabag Reserse Tipiter Polda Jawa Barat di Bandung (2000). Baru dua bulan bertugas di sana, dimutasi menjadi Kasat Reserse Polwiltabes Bandung. Pada saat ini pula, kembali Pangeran Edward bersama jajarannya berhasil mengungkap dan menangkap tersangka pelaku peledakan bom. “Waktu itu terjadi percobaan peledakan 11 gereja pada malam tahun baru,” kenang Pangeran Edward.
Pengungkapan kasus serius ini mendapat back up dari Tim Mabes Polri. Tim Reserse dipimpin Pangeran Edward bekerjasama dengan Tim Intel dari Polwiltabes Badung memburu tersangka pelaku ke berbagai penjuru. Di antaranya, tertangkap di Brebes, Jawa Tengah. Keberhasilan ini pula yang membawa penugasan baru baginya sebagai Kapolres Bandung Tengah (2001-2002). Dari lingkungan Polwiltabes Bandung, tahun 2002 Pangeran Edward mendapat penugasan di Polwil Priangan, tetangga dekat, sebagai Kapolres Bandung di Cibabat. Saat inilah, Pangeran Edward mendapat Piagam Penghargaan dari DPRD Kabupaten Bandung dan Walikota Cimahi karena keberhasilannya menciptakan iklim kondusif bagi kehidupan bermasyarakat di daerah itu.
Di Bandung ini pula Pangeran Edward mendapat penghargaan dari masyarakat Pasundan. Penghargaan itu baru tiga kali diberikan semenjak zaman kemerdekaan. Dua penerima sebelumnya dari TNI Angkatan Darat yang kemudian menjadi jederal. Keduanya telah wafat.
Tahun 2003, Pangeran Edward dipromosikan menjadi Wakapoltabes Palembang. Selama bertugas di Palembang ini pulalah Pangeran Edward makin mengentalkan minatnya pada budaya dan tradisi masyarakat lokal. Pelajaran selama bertugas di Jakarta dan sekitarnya, Bandung dan sekitarnya, mendapat pengalaman dan warna baru saat di Palembang.
Sembilan bulan bertugas di bumi Sriwijaya, Pangeran Edward Syah Pernong dipromosikan naik pangkat menjadi Komisaris Besar Polisi dengan tiga melati di pundaknya. Pada saat itu ia menerima penugasan baru sebagai Kapolres Metro Bekasi, seakan balik kandang. Pada saat menjabat Kapolres Metro Bekasi, Pangeran Edward mendapat pengalaman berharga, yaitu melaksanakan Pilot Proyek Program Koban atas bantuan Pemerintah Jepang. Intinya, proyek mengubah perilaku dan citra polisi ke arah aparat sipil. “Pengemasan polisi sipil profesional, perilaku polisi yang bersahabat, dekat dan melayani masyarakat,” katanya.
Dan mulai Februari 2006, Pangeran Edward dilantik menjadi Kapolres Metro Jakarta Barat. Saat buku ini ditulis Pangeran Edward sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti Sespati.
Dalam hal menjalankan tugas, Pangeran Edward tidak pernah tidak, harus turun ke bawah, mendekat ke anggota. Pimpinan, baginya, harus berada di tengah-tengah anggotanya. Tugas dan kewenangan memang harus didelegasikan tuntas sesuai dengan fungsi dan porsinya masing-masing sampai pada tataran terendah. Ketika operasi bergerak, pimpinan harus bersama mereka untuk memotivasi anggota. Bersamaan dengan itu, fungsi kontrol dan pengendalian akan terjadi dengan sendirinya.
Dalam penerapan strategi agar mencapai tujuan, Pangeran Edward mengumpakannya dengan permainan catur. “Semua biji catur diperankan tetapi tidak selalu semua harus dimainkan. Bahkan dalam beberapa hal, hanya beberapa biji saja yang dimainkan. Yang diam, justeru bisa menjadi kunci untuk matikan gerakan lawan, yang bergerak seakan tanpa guna justeru dimaksudkan untuk empat lima langkah ke depan, demikian seterusnya,” ungkapnya.
Hanya, sebagai polisi ia sering kecewa apabila strategi, teknik, taktik, siasat penangkapan penjahat kakap dan licin diungkapkan secara terbuka sampai detail melalui media massa. Pengungkapan ini membuat perbendaharaan teknik rahasia serse menangkap penjahat menjadi berkurang. Penjahat bisa belajar dan mudah menangkal teknik polisi. “Ya kita umumkan pejahat tertangkap. Proses penangkapan disampaikan kronologinya saja tidak sampai teknik detail. Kita sering jadi repot pada pengembangan tugas-tugas berikutnya. Cara pengungkapan dan penangkapan yang sama tidak bisa diterapkan lagi. Tapi ada hikmahnya juga, polisi harus selalu kreatif.”
Sejumlah kasus menonjol pernah diungkap Pangeran Edward dan anak buahnya dalam tempo kurang dari 24 jam setelah peristiwa. Beberapa di antaranya kurang dari 8 jam. Ada seorang Kapolsek yang menjadi bawahan Pangeran Edward pernah bertanya rahasia kecepatan bergerak dan membawa hasil, Pangeran Edward menjawab dengan berseloroh, “ Hai.... itu berkat kau selalu makan kue matsuba.” Kapolsek itu berasal dari Palembang, dan di kota itu terkenal pula makanan khas kue matsuba yang sangat enak dan untuk mematangkan roti itu perlu waktu 8 jam.
Sebagai pengendali operasi, Pangeran Edward sering melakukan kreasi pengorganisasian. Di organisasi operasi, polisi mengenal Tim Buru Sergap (Buser); Tim Resmob, Tim Khusus dan sebagainya. Ia menyusun organisasi kecil dalam operasi Tim Saring – sanggong dan ringkus, Tim Keris – kejar dan ringkus, artinya kalau sudah turun lapangan harus bekerja sampai meringkus tersangka. Sebagai reserse senior, Pangeran Edward selalu meletakkan keberhasilan tugas sebagai bagian dari keberhasilan menggerakkan segenap potensi dan jaringan. “Man, money, dan material adalah kuncinya. Faktor manusia nomor satu, anggaran penting agar mampu membangun jaringan, dan teknologi reserse.”
Sebagai perwira menengah polisi yang bukan berasal dari Akademi Kepolisian, karier Pangeran Edward di bidang reserse memang menarik perhatian. Bahkan bagi polisi-polisi muda perjalanan kariernya sering dijadikan pembanding. Keberhasilan sangat tergantung pada motivasi dan prestasi manusianya. Tidak kalah pentingnya, bagi Pangeran Edward adalah human invest, pemeliharaan hubungan baik dengan semua pihak. Seseorang akan berhasil apabila dipercaya oleh orang lain. “Salah satu cara agar dipercaya, orang selalu melihat apakah kerja kita benar. Tunjukkan tanggung jawab. Jangan sampai lepas tanggung jawab. Tidak berhenti sebelum berhasil. Dengan kepercayaan, kita akan mendapat tugas atau diberi kesempatan. Tanpa kesempatan, bagaimana bisa berkiprah?”
Lepas dari itu semua, pelaksanaan tugas polisi selalu membutuhkan nyali. Yang paling utama, polisi harus punya nyali. Polisi akan berhadapan dengan situasi tak terprediksi. Situasi-situasi seketika. Polisi harus ambil keputusan tepat dalam situasi mendadak. Punya intuisi, punya naluri, punya teori, punya pola penanganan, tanpa nyali tidak akan bisa ambil tindakan tepat. “Tanpa nyali akan ragu. Peragu tidak pernah bisa ambil keputusan tepat.”

Read More......

Naik Tahta


Tahun 1989, saat Pangeran Edward masih berpangkat Letnan Satu Polisi, terjadi titik balik dalam proses kehidupannya. Masa menyerap pelajaran sudah harus digantikan dengan masa pembuktian dari apa yang dipelajari. Dinamika dan problematika kehidupan sudah harus dihadapi secara nyata. Pada tahun itu tiga tanggung jawab harus ia sandang sekaligus, tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga, tanggung jawab sebagai Sai Batin, serta tanggung jawab sebagai abdi masyarakat di Kepolisian.

Tahun 1989, pasti tak pernah akan terlupakan oleh Pangeran Edward. Karena pada tahun itu ia menikahi Ratu Mas Intan Dalom Ratu Marga Buay Kenyangan menjadi permaisurinya. Ratu Mas Intan Dalom Ratu Marga Buay Kenyangan adalah keturunan pemuka Rajabasa sekaligus pemuka masyarakat Lampung, H. Muhtar Hasan yang pernah menjabat Wakil Ketua DPRD Propinsi Lampung. Wilayah Rajabasa secara kultural memang bagian dari wilayah Kepaksian Pernong.
Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi yang Dipertuan Sekala Beghak XXIII menikah dengan Ratu Mas Intan Dalom Ratu Marga Buay Kenyangan pada tahun (1989). Perhelatan Perkawinan Pangeran Edward bersamaan dengan Penobatannya sebagai Sai Batin Kepaksian Pernong. Perisitiwa ini mendapat perhatian dari masyarakat adat Sai Batin dan liputan media massa. Perkawinan dan penobatan dilaksanakan dengan upacara adat kebesaran.

Dari hasil pernikahan itu kini dikaruniai seorang putri, bernama Regina Nareswarifiruzzaurrahma dengan nama panggilan: Dalom Putri.
Sang Ratu sendiri dilahirkan di Rajabasa. Daerah ini memiliki dermaga laut yang pada masa lalu memiliki hubungan dekat dengan Kesultanan Banten. Bahkan bandar di Rajabasa memiliki garis lurus ke timur sedikit tenggara persis dengan bandar di Banten. Bahkan menurut riwayat, pada saat-saat tertentu, permukaan air dari Rajabasa hingga ke Banten dalam keadaan seperti permadani, tenang-datar tetapi angin bertiup kencang sehingga perahu menjadi sangat laju. Rajabasa, salah satu bandar dalam pengaruh kekuasaan Banten.
Pemuka masyarakat dan adat di Rajabasa seba / menghadap ke Banten. Dia mendapat gelar Tumenggung Rasamenggala dari Kesultanan Banten. Dia ini juga mempunyai pula saudara yang tinggal di Banten, Tumenggung Wartamenggala. Hubungan dagang, hubungan politik, dan hubungan budaya antara Rajabasa dan Banten telah berjalan lama.
Bersamaan dengan upacara pernikahan, sebagaimana tradisi di Kepaksian Pernong, Pangeran Edward dilantik menjadi Sai Batin Kepaksian Pernong, dengan gelar Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi yang Dipertuan Sekala Beghak XXIII.
Berbeda dengan Sai Batin sebelumnya, Pangeran naik tahta tanpa mengikuti tradisi duduk di atas Pepadun. Meski sebenarnya Pangeran Edward dan semua rakyat Kepaksian Pernong tetap ingin melakukan upacara penobatan dengan mengikuti tradisi, namun apa hendak dikata, perjalanan waktu acapkali membuat orang lupa. Dikisahkan, penobatan Pangeran Edward akan dilakukan di Tanjung Karang. Sementara Pepadun disimpan di Buay Belunguh di Batu Brak. Maka diutuslah Raja Perwiranegara, sebagai Pemapah Dalom Pernong untuk menemui Sai Batin Belunguh, M. Yusuf Effendi gelar Sultan Permata Jagat. Intinya menyampaikan informasi akan digunakannya Pepadun yang tersimpan di Kepaksian Belunguh bagi penobatan Pangeran Edward.
Dengan alasan Pepadun belum pernah digunakan di luar wilayah Sekala Beghak, sedang Pangeran Edward akan dinobatkan di Tanjung Karang, maka Pepadun tidak dapat dipakai/dipinjam. Kemudian Pangeran Effendi menyatakan Pepadun akan tetap menjadi simbol pusaka tetapi tidak bisa lagi digunakan untuk penobatan.
Seperti sudah disinggung di bagian awal tulisan ini, Pepadun yang merupakan pusaka leluhur itu, karena dipandang bertuah, telah dipreteli atau dicacah oleh tangan-tangan jahil. Dengan dasar itu, maka sesungguhnya Pepadun sudah tidak lagi seperti semula, hingga tidak bisa lagi digunakan sebagai dampar. Dan berdasarkan filosofi adat, sebuah singgasana yang sudah dirobek-robek sudah hilang tuah kebesarannya. Pangeran Edward memutuskan tidak menggunakannya saat Penattahan Adok (penobatan) Sai Batin Kepaksian Pernong.
“Ibu waktu ditanya perihal ini pun mengatakan, tidaklah mengapa sebab Pepadun itu sendiri kini sudah berubah bentuk dan maknanya. Jadi penobatan Sai Batin tanpa pepadun tidak menjadi masalah, bisa saja, “kata Pangeran Edward.
Karenanya, kini pepadun tersebut tinggallah suatu benda peninggalan sejarah.
Ada kisah menarik usai penobatan. Sebagaimana dalam tradisi selepas naik tahta, hari berikutnya Pangeran Edward harus berangkat dengan berjalan kaki mendaki Gunung Pesagi bersama sejumlah pengawal, dan menginap di puncak. Di puncak gunung itu, mereka didera rasa dingin yang mengiris tulang. Sesuai tradisi sebelumnya, di perjalanan ke puncak itu, biasanya, kehadiran Sai Batin yang baru akan disambut oleh harimau dengan memperlihatkan bekas-bekas tapak kakinya di sepanjang tanah jalan setapak yang dilalui Sai Batin. Menurut cerita, kadang kedatangan harimau itu disertai suara auman yang berdengung. Konon, apabila Sai Batin baru tidak disambut kehadiran harimau, diperkirakan keabsahan tahtanya dipertanyakan. Pada waktu Pangeran Edward melakukan ritual tradisi ini, hingga puncak tidak ditemukan jejak harimau. Jangan-jangan karena tidak duduk di kayu pepadun pada saat penobatan? Namun ketika dingin telah menggigilkan dan sampai hampir tidak kuat menahannya, jelas sekali terlihat di tanah bekas tapak-tapak kaki harimau di atas tanah basah. “Untuk meyakinkan, di antara kami ada yang memotret deretan bekas tapak kaki harimau itu beberapa kali dari berbagai sudut pengambilan. Setelah dicetak, tak satupun yang muncul gambar tapaknya. Hanya tanah datar tampak jelas dan detail tetapi tanpa bekas tapak,” cerita Pangeran Edward.

Sejak penobatan itu, maka tahta Kepaksian Pernong Paksi Pak Sekala Beghak adalah bagian dari tanggungjawab kehidupan bermasyarakat Pangeran Edward, khususnya dalam masyarakat adat yang dipimpinnya. Di dalam masyarakat adatnya, Pangeran Edward adalah satu-satunya Pangeran, satu-satunya Sultan, satu-satunya junjungan. Ia menjadi pemangku adat yang segala laku hidupnya harus bisa menjadi suri tauladan bagi semesta kehidupan.
Modal dasar yang dimiliki Pangeran Edward sebagai Si Batin sangatlah kuat. Dalam pandangan Ibnu Hadjar Raja Sempurna modal dasar yang terpenting adalah prinsip hidup orang-orang Kepaksian Pernong, yaitu “yang saya turut adalah perintah Sai Batin”. Apapun yang diperintahkan Sai Batin, akan dituruti. Itulah kesetiaan. Menurutnya, kesetiaan itu bukan karena sebab-sebab lain. Sebab-sebab utamanya adalah karena adanya kharisma dari Sai Batin. Kharisma itu diberikan Tuhan sejak dalam rahim, dalam kandungan. Orang lain tidak bisa meniru atau membuatnya. Dari dulu, Sai Batin Kepaksian Pernong adalah orang-orang yang punya kharisma. Di antaranya, karena tindakan dan omongannya bisa dipercaya.
Mungkin karena laku pada masa lalu, khususnya puasa Senin-Kamis, dekat dan selalu menyantuni anak yatim, dekat dengan ulama yang membuat kharisma Pangeran Edward terus bersinar. Ketika menghadiri Festival Kraton di Surakarta tahun 2006, misalnya, bersama raja-raja dari seluruh Nusantara, Pangeran Edward datang dan dijamu oleh Sunan Paku Buwono XIII di Kraton Surakarta. Pada saat itu tidak diketahui darimana muasalnya, dia diminta menyampaikan sambutan mewakili raja-raja yang lain. Pangeran Edward juga tidak tahu, apa yang harus ia sampaikan. Akhirnya ia pun berbicara ringan tanpa beban, berterimakasih kepada Sunan Paku Buwono XIII. Sekaligus ia bersaksi dan menyatakan bahwa Sunan Paku Buwono XIII itulah yang sah dan bertahta di Kraton Surakarta.
Selesai berbicara, ia didatangi sejumlah pejabat istana dan sejumlah abdi dalem yang mengatakan pada waktu ia datang dan berpidato ada angin bertiup agak kencang selama beberapa saat di dalam istana tempat perhelatan itu. Bahkan mereka mengatakan sebuah ramalan telah terjawab malam itu. Menurut ramalan yang diyakini, Sunan Paku Buwono suatu saat akan kedatangan ratu ganteng berkulit kuning dari arah Barat yang akan membantunya. Mereka menafsirkan, Pangeran Edward lah yang disebut-sebut dalam ramalan itu. “Ya, mana saya tahu, saya datang karena diundang dan pidato karena diminta. Mereka bilang begitu tapi saya tidak tahu menahu,” kata Pangeran Edward merendah.

Read More......

Hijrah Ke Jogja


Jogja, itu punya kenangan besar, membangun watak dan kejuangan. Menempuh pendidikan sekaligus menempa pergaulan lintas budaya di tengah masyarakat yang majemuk. Itu hebatnya Jogja,” kata Pangeran Edward.

Ketika SMA, Pangeran Edward sakit dan memeriksakan diri ke Rumah Sakit Tentara Tanjung Karang. Di rumah sakit itu ia diperiksa seorang dokter muda, Mayor Onggo namanya. Pangeran Edward tetarik melihat dokter itu, masih muda sudah menjadi perwira gagah dan sehat. Melihat itu tergeraklah hati Pangeran Edward untuk menjadi tentara, di samping itu darah pejuang cukup kental mengalir di tubuh Pangeran.
Setamat SMA, Pangeran Edward mengikuti tes di UGM. Dan kemudian diterima di Fakultas Hukum UGM. Di Yogya inilah Pangeran Edward mulai mengetahui kalau ingin menjadi perwira tentara harus ditempuh melalui pendidikan di AKABRI. Namun, ia sudah terlanjur kuliah di UGM. Apa yang sudah terjadi tetap dijalani, meski dalam hati masih ingin menjadi tentara, cita-cita yang tetap menyala-nyala. Maka tak heran bila pilihannya untuk aktif di dunia kemahasiswaan jatuh pada Resimen Mahasiswa, Men Mahakarta Batalyon I UGM. Di resimen ini ia mulai mencicipi latihan dasar kemiliteran.
Kegiatan latihan militer, search and rescue, terjun payung, dan mendaki gunung menjadi kegiatan yang ditunggu-tunggu karena membawa kegembiraan baginya. Bahkan instruktur latihan pun amat dikenalinya. Ia masih ingat, komandan pusat latihan militer di Klaten waktu itu dipimpin Letkol Inf Tuswandi. “Mungkin karena anak tentara, jadi cita-cita untuk jadi tentara sangat kuat. Mungkin karena punya darah petarung, maka punya nyali buat berkelahi,” katanya bergurau.
Selama menjadi mahasiswa di Jogja, Pangeran Edward tinggal di daerah Baciro. Waktunya tidak hanya dihabiskan di kelas perkuliahan, tapi juga banyak bergaul dengan masyarakat setempat dan orang-orang yang datang dari berbagai penjuru tanah air. Guna mendukung cita-citanya menjadi tentara dan meneruskan hobi sejak kecil, Pangeran Edward terus belajar silat di Jogja. Awalnya ia belajar beladiri moderen, Kempo. Tetapi karena sering berkelahi di luaran, perguruan Kempo tempatnya berlatih menskors-nya. Menurut kesaksian kawan kuliahnya, Pangeran Edward berlatih bela diri bukan hanya di tempat latihan, tetapi juga di kost. Setiap pagi dan malam, Pangeran Edward menempa kemampuan bela dirinya.
Suatu masa dimana sepak terjang gali (gabungan anak liar)–preman, sedang marak di Jogja. Kala itu, di kalangan anak muda Jogja sedang tren “meguru” cari katosan. Pangeran Edward pun iseng-iseng belajar olah kanuragan dan kesaktian kepada mBah Joyo di lereng Gunung Sumbing Temanggung. Sejumlah laku dalam tradisi Jawa, seperti puasa dan bertapa dikaji, bahkan rapal-rapal khas Jawa pun pernah didengar dari mBah Joyo dan murid-muridnya. Pangeran Edward menjelajah dunia ini sebagai luapan rasa ingin tahunya yang besar terhadap khazanah budaya lokal, khazanah budaya Jawa. “Ah, itu kan iseng, ingin nyoba, main-main aja sama yang begitu-begitu. Benar-benar bisa sakti atau tidak? Jangan-jangan hanya trik. Saya kan menjauhi yang syirik. Apa kata mBah Joyo? mBah Joyo bilang, itu ada laku wengi sejati kalau puasa sehari semalam, kalau nglakoni dua hari dua malam, namanya kerik waja, anti tusuk, kalau 7 hari tujuh malam itu sang windu kencana, kalau empat puluh hari namanya wali sejati, tidak mempan senjata. Semula saya hanya ingin melihat, diantar sama Kang Suwar, dulu tukang reparasi jam di Tejokusuman. Saya penasaran saja melihat Mas Cukit di dekat Toko Bunga Taman Garuda, tidak mempan ditusuk senjata tajam. Kata Kakek, yang begitu-begitu itu bidah dan syirik. Semula saya hanya melihat-lihat bagaimana orang-orang itu menempa rasa percaya dirinya.”
Itulah sebabnya, semasa di Jogja, Pangeran Edward dikenal luas di kalangan gali, bahkan beberapa kali terlibat dalam konflik fisik dengan beberapa kelompok di antara mereka. “Entah karena apa, semua tidak berkembang jadi tawuran massal, berakhir dengan semacam ‘kesepakatan damai’ khas anak-anak geng. Ada saling pengertian. Biasalah, darah muda,” kata Pangeran Edward sambil tertawa dan menyelipi cerita suatu peristiwa tegang yang membuat seorang gali terkencing-kencing.
Ia juga berkesempatan menyelisik lorong-lorong sisi keras kehidupan para gali. “Kalau berurusan dengan mereka itu karena saya harus membela kawan yang teraniaya dan tertekan, didzalimi, diperas. Yang begitu-begitu perlu dibela, di antaranya lewat perlawanan.”
Di Jogja itu pula Pangeran Edward mempunyai ayah angkat orang Sulawesi, Pak Bakri mantan pemberontak yang punya ilmu juga. Bersama Letkol Tui dari Mandar, Pangeran Edward banyak berdiskusi mengenai olah kanuragan itu. Ketika remaja itu pula ia terinspirasi film laga yang dibintangi Bruce Lee. Dalam salah satu dialognya, guru Bruce Lee bilang, “ ... binalah dirimu untuk menghadapi hal-hal mendadak.” Kata-kata itu memberinya dorongan untuk selalu memiliki kesemaptaan fisik yang prima. Sehat jasmani.
Upaya menjaga kebugaran tubuh memang telah menjadi kebiasaannya sejak kecil. Ia selalu ingat pesan kakeknya, “ ... siagakan selalu dirimu dalam keadaan sehat fisik dan mental, sehingga sewaktu-waktu diperlukan kamu dalam keadaan siap. Kata Kakek, bersiaplah sebelum dibutuhkan.”
Ternyata bukan hobi silat saja yang diteruskan Pangeran Edward ketika di Yogya, hobi membaca komik pun terus berjalan. Komik karya Ganesh TH, Wid NS, Hasmi, Asmaraman Kho Ping Ho, dan buku-buku fiksi sewaan lain habis dilalapnya. Bahkan, ia sangat terkenal sebagai “kutu buku” di kamar kosnya. Selesai ujian semester, setumpuk buku disewa. Hari-harinya habis untuk “tekun membaca” (komik dan silat).
“Sampai-sampai, motor suka dibawa pinjam sama kawan seharian. Waktu dia pagi ambil motor, saya sudah baca, sore dia kembaliin motor saya masih baca. Lama-lama, motor jadi dilanggan pinjam. Mereka tahu diri juga sih, sering saya dibawain nasi Padang supaya tidak lupa makan siang, atau mereka bisa dititipi untuk kembalikan buku ke persewaan dan nyewa yang lain lagi, waktu itu sewa buku kan masih murah,” kata Pangeran Edward mengenang.

Read More......