Sai Batin

Sai Batin

Sai Batin

Sai Batin Kedau Rakyat

Sai Batin Kedau Harkat

Sai Batin Kedau Derajat

Sai Batin Kedau Adat

Sai Batin mejaung de hejaungan

Sai Batin nyeceng pamanuhan

Lampung Barat, Lampung, Indonesia
Tahun 1989, Pangeran Edward Syah Pernong dinobatkan sebagai Sai Batin Kepaksian Pernong, dengan gelar Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi yang Dipertuan Sekala Beghak XXIII

20/01/09

Sekala Brak : Mata Air Kearifan



Kehadiran Forum Komunikasi Masyarakat Sekala Brak di Jakarta, merupakan bentuk ikhtiar kita untuk memikirkan kehidupan. Sekaligus merupakan bentuk syukur kita atas segala anugerah yang telah Allah berikan pada kita. Karena forum ini bertujuan untuk memikirkan kehidupan masyarakat Sekala Brak, khususnya, dan masyarakat Lampung pada umumnya.

Ada tiga isu strategis yang harus kita cermati, kita pelajari dan kita agendakan.
Pertama adalah tanggung jawab Forum Komunikasi Masyarakat Sekala Brak di Jakarta terhadap kehidupan budaya Sekala Brak. Nama forum ini telah menunjukkan tanggung jawab budaya yang harus dipikul. Sekala Brak merupakan entitas budaya, dimana seluruh masyarakat Lampung berasal. Sekala Brak merupakan asal-muasal sumber budaya masyarakat Lampung. Meskipun saat ini masyarakat Lampung memiliki dua bentuk ekspresi kebudayaan, yaitu kebudayaan Saibatin dan kebudayaan Pepadun, namun bila dicermati dengan seksama ada kesamaan bentuk-bentuk budaya dari keduanya. Dan kesamaan itu bukan merupakan kebetulan ataupun hasil rekayasa, namun karena memang sesungguhnya keduanya sama. Sama-sama mengakui Sekala Brak sebagai asal-usulnya. Sama-sama menggunakan simbol Pepadun, yang bermakna tahta. Artinya masyarakat Lampung adalah masyarakat yang memiliki derajat tinggi dan memiliki kebudayaan yang tinggi. Hanya karena ulah penjajah-lah sehingga sampai sekarang dikesankan ada perbedaan atau bahkan perpecahan. Perlu saya tegaskan di sini bahwa Saibatin maupun Pepadun memiliki akar yang sama. Dan karena itu tanggung jawab forum ini adalah merekatkan kembali dua kebudayaan tersebut. Cara merekatkan adalah dengan tidak mencari perbedaan tapi memupuk kesamaan.
Selain itu, tanggung jawab forum ini adalah terus-menerus mengkaji, meneliti, dan mempublikasikan hasil kajian dan penelitiannya, agar masyarakat Sekala Brak lebih memahami sejarahnya, memahami budaya dan nilai-nilai tradisinya. Dengan mempublikasikan hasil kajian dan penelitian kebudayaan itu, diharapkan masyarakat lain, baik masyarakat Indonesia maupun dunia internasional akan lebih mengenal kebudayaan Saibatin.

Harus secara jujur kita akui, saat ini masih minim kesadaran masyarakat Sekala Brak untuk meneliti dan mengkaji sejarah dan kebudayaannya. Oleh sebab itu forum ini perlu berupaya sungguh-sungguh untuk mendorong dilakukannya penelitian dan pengkajian sejarah Sekala Brak.
Saya memberi apresiasi atas munculnya buku atau website dan blog dari masing-masing Kepaksian, ataupun masing-masing marga. Buku atau website dan blog yang muncul sebagian besar masih berdasarkan cerita lisan maupun mitos-mitos. Apa yang sudah dilakukan itu perlu didorong untuk diteliti lebih jauh, agar dapat ditemukan benang merahnya.
Tanggung jawab kedua adalah tanggung jawab sosial. Artinya bagaimana Forum Komunikasi Masyarakat Sekala Brak di Jakarta ini memiliki kepedulian untuk membangun kehidupan sosial yang lebih baik di wilayah Sekala Brak, Lampung Barat dan Lampung secara keseluruhan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membina generasi muda di Lampung Barat maupun Lampung untuk berwirausaha dengan memanfaatkan potensi alam dan potensi budaya yang ada. Kita perlu memotivasi mereka agar tidak semata-mata bercita-cita menjadi pegawai negeri, tapi menjadi wirausahawan. Dengan tumbuhnya wirausahawan-wirausahawan muda, diharapkan dalam 5 – 10 tahun ke depan kehidupan di Lampung akan lebih maju. Kita perlu mendorong generasi muda agar menjadi wirausahawan yang peduli pada budaya lokal.
Dan tanggung jawab yang ketiga adalah di bidang pembangunan. Kita perlu bersama-sama dengan pemerintah daerah, baik kabupaten maupun propinsi meningkatkan pembangunan Lampung. Hal yang penting untuk melakukan pembangunan adalah terciptanya keamanan di Lampung. Dengan keamanan yang terjaga akan menumbuhkan iklim investasi dan gairah berwirausaha yang sehat. Dengan adanya investasi dan tumbuhnya wirausahawan baru di Lampung akan tercipta pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan juga bisa kita lakukan melalui jalur pendidikan. Agar anak-anak didik tidak kehilangan jati dirinya, maka perlu diupayakan agar sejarah dan kebudayaan Sekala Brak dapat masuk dalam muatan lokal kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah Lampung sesuai dengan jenjang pendidikan.

Selain itu kita juga perlu memikirkan pembangunan di bidang pariwisata, khususnya pariwisata berbasis alam dan komunitas. Di Sekala Brak pada dasarnya memenuhi syarat untuk dibangun fasilitas untuk wisatawan. Kita bisa menjadikan kawasan hutan lindung sebagai kawasan wisata alam, menjadikan rumah-rumah penduduk yang masih asli sebagai fasilitas hunian sementara untuk wisatawan. Dengan demikian masyarakat akan ikut merasakan dampak pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.
Dan tanggung jawab terakhir yang lebih kontekstual adalah bagaimana peranan Forum Komunikasi Masyarakat Sekala Brak di Jakarta mampu bersama masyarakat dan Pemerintah Daerah Lampung mengantisipasi krisis global saat ini.
Bisa dikatakan, krisis global dipicu oleh sistem bisnis kapitalis. Sistem bisnis kapitalis ini jelas pro pasar, tidak ada perlindungan atau pembelaan pada ekonomi lemah. Prinsipnya adalah persaingan bebas. Dengan sistem pasar bebas seperti itu, ekonomi kecil dan menengah terlindas oleh ekonomi kuat.
Belajar dari pengalaman itu, maka tugas Forum ini untuk mengatasi krisis global ialah : kita harus meyakinkan semua pihak, terutama masyarakat Lampung agar percaya pada kemampuan diri sendiri, memberdayakan UKM, dan melakukan produksi dengan bahan baku lokal (tidak tergantung dengan impor bahan baku).
Saya yakin masyarakat Lampung memiliki kemampuan untuk melakukan itu. Kekayaan alam yang berada di bumi Lampung dapat dikelola secara bijaksana untuk kepentingan masyarakat Lampung. SDM yang ada juga bisa lebih ditingkatkan agar berdaya saing tinggi. Dan yang lebih penting adalah mengembangkan industri kreatif, yaitu jenis industri yang lebih mengandalkan kualitas SDM, bukan bertumpu pada kekuatan modal, bahan baku alami, dan sebagainya. Jenis industri kreatif yang bisa dilakukan di Lampung antara lain : kerajinan berbasis budaya dengan memanfaatkan bahan dari alam yang tidak merusak lingkungan, bidang IT, dan jasa pariwisata. Perlu sinergi antarsemua pihak, yaitu pemerintah daerah, kaum akademisi, praktisi, dan masyarakat untuk bersama-sama membangun daya saing masyarakat, demi menghadapi krisis ini. Pemerintah Daerah perlu membuat grand desain pembangunan ekonomi yang menyertakan masyarakat Lampung, khususnya yang memiliki keahlian. Perlu dilakukan pelatihan-pelatihan peningkatan skill masyarakat Lampung.
Bila masyarakat Lampung dapat mengandalkan kekuatan diri sendiri, maka krisis ini tak akan membawa dampak besar pada masyarakat Lampung.

Read More......

Tulang Bawang, Rangkaian Sejarah Yang Hilang



Banyak pertanyaan diajukan mengenai keberadaan Kerajaan Tulang Bawang. Sejarah Indonesia, dan keyakinan masyarakat Lampung menyatakan pada suatu masa ada sebuah kerajaan besar di Lampung. Kerajaan itu sudah terlanjur menjadi identitas Lampung dalam konteks Indonesia modern. Pertanyaan-pertanyaan yang mengemuka adalah, bagaimana asal-mula Kerajaan Tulang Bawang, dimana pusat Kerajaannya, siapa raja yang memerintah, dan siapa pula pewaris tahtanya hingga sekarang. Banyak sejarawan, antropolog maupun arkeolog, bahkan pemerintah Provinsi Lampung pun, berusaha keras untuk menemukan kembali rangkaian sejarah 'yang hilang' itu. Meski hingga kini situs Kerajaan Tulang Bawang belum dapat dilacak keberadaannya, namun usaha-usaha untuk meneliti dan menggali jejak-jejak peninggalannya perlu terus dilakukan.

Keberadaan Tulang Bawang, dalam berbagai referensi, mengacu pada kronik perjalanan pendeta Tiongkok, I Tsing. Disebutkan kisah pengelana dari Tiongkok, I Tsing (635-713). Seorang biksu yang berkelana dari Tiongkok (masa Dinasti Tang) ke India, dan kembali lagi ke Tiongkok. Ia tinggal di Kuil Xi Ming dan beberapa waktu pernah tingal di Chang’an. Ia menerjemahkan kitab agama Budha berbahasa Sanskerta ke dalam bahasa Cina. Dalam perjalanannya itu, kronik menulis I Tsing singgah di Sriwijaya pada tahun 671. Ia mengunjungi pusat-pusat studi agama Budha di Sumatera, di antaranya selama dua bulan di Jambi dan setelah itu konon tinggal selama 10 tahun di Sriwijaya (685-695). Dalam perjalanannya itu, I Tsing dikabarkan menyebut nama suatu tempat dengan “To Lang P'ohwang”. Kata “To Lang P'ohwang” merupakan bahasa Hokian, bahasa yang digunakan I Tsing. Ada yang menerjemahkan “To Lang P'ohwang” sebagai Tulang Bawang. Salah satunya adalah Prof. Hilman Hadikusuma, ahli hukum adat dan budayawan Lampung tersebut memberi uraian perihal sejarah Lampung, khususnya dalam menafsir To Lang P'ohwang sebagai Kerajaan Tulang Bawang.

Dalam situs melayuonline.com, disebutkan : Kerajaan Tulang Bawang merupakan salah satu kerajaan Hindu tertua di Nusantara. Tidak banyak catatan sejarah yang mengungkap fakta tentang kerajaan ini. Sebab, ketika Che-Li-P'o Chie (Kerajaan Sriwijaya) berkembang, nama dan kebesaran Kerajaan Tulang Bawang justru pudar.
Menurut catatan Tiongkok kuno, sekitar pertengahan abad ke-4 pernah ada seorang Bhiksu dan peziarah bernama Fa-Hien (337-422), ketika melakukan pelayaran ke India dan Srilangka, terdampar dan pernah singgah di sebuah kerajaan bernama To-Lang P'o-Hwang (Tulang Bawang), tepatnya dipedalaman Chrqse (Sumatera).
Sumber lain menyebutkan bahwa ada seorang pujangga Tiongkok bernama I-Tsing yang pernah singgah di Swarna Dwipa (Sumatera). Tempat yang disinggahinya ternyata merupakan bagian dari Kerajaan Sriwijaya. Ketika itu, ia sempat melihat daerah bernama Selapon. Ia kemudian memberi nama daerah itu dengan istilah Tola P'ohwang. Sebutan Tola P'ohwang diambil dari ejaan Sela-pun. Untuk mengejanya, kata ini di lidah sang pujangga menjadi berbunyi so-la-po-un. Orang China umumnya berasal
dari daerah Ke'. I-Tsing, yang merupakan pendatang dari China Tartar dan lidahnya tidak bisa menyebutkan So, maka ejaan yang familiar baginya adalah To. Sehingga, kata solapun atau selapon disebutkan dengan sebutan Tola P'ohwang. Lama kelamaan, sebutan itu menjadi Tolang Powang atau kemudian menjadi Tulang Bawang.
Kerajaan Sriwijaya merupakan federasi atau gabungan antara Kerajaan Melayu dan Kerajaan Tulang Bawang (Lampung). Pada masa kekuasaan Sriwijaya, pengaruh ajaran agama Hindu sangat kuat. Orang Melayu yang tidak dapat menerima ajaran tersebut, sehingga mereka kemudian menyingkir ke Skala Brak. Namun, ada sebagian orang Melayu yang menetap di Megalo dengan menjaga dan mempraktekkan budayanya sendiri yang masih
eksis. Pada abad ke-7, nama Tola P'ohwang diberi nama lain, yaitu Selampung, yang kemudian dikenal dengan nama Lampung. (sumber : http://history.melayuonline.com/?a=a1Z1L29QTS9VenVwRnRCb20%3D=&l=kerajaan-tulang-bawang)
Hanya itulah data yang dimiliki hingga saat ini. Dalam situs melayuonline.com, sebuah situs yang sangat lengkap mendata khazanah kebudayaan Melayu, tidak ada penjabaran lebih jauh.
Dalam setiap kesempatan, kami selalu mendorong agar dilakukan penelitian dan kajian secara intensif agar keberadaan Kerajaan Tulang Bawang dapat dilacak dengan jelas. Karena bila memang pernah ada kerajaan tersebut, akan muncul kajian yang bagi kami lebih menarik, yaitu bagaimana hubungan Paksi Pak Sekala Brak dengan Tulang Bawang. Kajian semacam ini akan semakin memperlengkap dokumen kita tentang sejarah Lampung. Kelengkapan dokumen sejarah Lampung tersebut, bila tercapai, akan dapat dijadikan dasar pijak pembangunan kebudayaan masyarakat Lampung.




Read More......