Selain tanggung jawab adat yang diemban, sebagaimana kakek dan ayahandanya semasa hidup, juga berjuang, mengabdi, dan membela Republik Proklamasi, Pangeran Edward mengemban tugas negara. Ia menjadi Sai Batin bagi masyarakat adatnya yang terwarisi dan bersatu secara turun temurun, sekaligus mengabdi kepada bangsa dan negara melalui jalur kepolisian negara. “Kalau dalam hal membela Republik ini, putra-putra terbaik Kepaksian Pernong telah membuktikannya, lima tokoh di antara leluhur kami dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, paman-paman kami juga tokoh-tokoh masyarakat dan pimpinan daerah yang disegani. Seterusnya, perjuangan mereka kami lanjutkan,” kata Pangeran Edward penuh semangat.
Makna dari tugasnya di negara kesatuan Republik Indonesia sebagai Bhayangkara Negara, baginya seperti reaktualisasi nilai-nilai kejuangan yang ditanamkan ayahandanya, Pangeran Maulana Balyan, dan nilai-nilai luhur adat Sai Batin yang ditanamkan kakeknya, Pangeran Suhaimi. Bahkan dalam banyak hal, dalam menjalankan tugas kepolisian sebagai pengayom masyarakat, nilai-nilai kasih sayang yang ditanamkan ibundanya, Siti Rahmasuri seakan menemukan bentuk penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. “Jadi jelas, nilai-nilai adat yang kami warisi akan menjadi modal dasar dan modal besar untuk mengabdi kepada bangsa ini. Adat menjadi alat pemersatu dan penguatan kebanggaan sebagai bangsa,” kata Pangeran Edward mantap.
Tahun 1992, karena prestasi kerjanya di dinas kepolisian, Pangeran Edward mendapat kesempatan mengikuti pendidikan kembali. Masuk Sekolah Lanjutan Perwira (Selapa) Polri, Pendidikan Reguler Angkatan XX (DikReg XX – 1992-1993) selama 9 bulan. Bertepatan dengan angkatan ini dimulai, lama pendidikan Selapa Polri diubah dari 6 bulan menjadi 9 bulan. Dan ia menyabet prestasi sebagai lulusan terbaik dan ditempatkan di Polda Metro menjadi Kepala Sub Unit I Reserse Umum Polda Metro Jaya. Baru tiga bulan, naik promosi sebagai Kepala Satuan Serse Polres Metro Bekasi (1993-1996). Di Bekasi, ia selama tiga setengah tahun memantapkan pengalaman resersenya.
Di samping banyak kasus-kasus yang berkait dengan masalah pertanahan, wilayah Polres Metro Bekasi waktu itu merupakan kawasan rawan kejahatan. Hampir tiap hari terjadi kejahatan, terutama perampokan. Ketika itu bahkan perampok beroperasi secara berkelompok, dalam waktu hampir bersamaan, turun serentak 150 orang dan merampok ke 30 rumah warga dalam wilayah yang tersebar. “Kita harus kerja keras, berpikir keras, sering kejar-kejaran hingga melintas keluar wilayah,” kenang Pangeran Edward.
Mendekati tiga tahun bertugas di Bekasi, Pangeran Edward mendapat tantangan besar. Tahun 1995, di wilayah kerjanya terjadi perampokan dan pemerkosaan keluarga Acan. Heboh, koran dan televisi melakukan liputan luas dan mendalam. Dalam tempo 11 hari, berkat kerja keras Tim Buru Sergap yang dipimpin Pangeran Edward, para pelakunya tertangkap dan kasus terungkap. Kasus terkuak tuntas tanpa menyisakan tanda tanya di masyarakat. Persidangan pengadilan memberi ganjaran kepada 11 pelakunya, rata-rata 15 tahun penjara.
Karena keberhasilan itu, Presiden Soeharto memanggilnya ke Istana Negara untuk menerima Lencana Adhi Satya Bhakti. “Itu adalah suatu penghargaan khas profesi kepolisian,” kata Jenderal Dibyo Widodo, Kapolri waktu itu. Lencana itu diberikan karena keberhasilan polisi mengungkap kasus besar dan menyita perhatian masyarakat.
Keberhasilan ini membawa Pangeran Edward dipromosikan menjabat Kasat Serse Polres Metro Jakarta Pusat. Tercapailah cita-citanya, tercapailah angan-angannya, terpenuhi keinginannya. “Ternyata Tuhan mendengar doa-doa saya. Tugas ini adalah amanah. Saya harus emban tugas ini dengan penuh tanggung jawab,” katanya.
Saat menjadi Kasat Serse Polres Metro Jakarta Pusat (1996-1998) kembali Pangeran Edward berhasil mengungkap banyak kasus kejahatan, sejumlah di antaranya kasus-kasus besar. Termasuk, kasus Robot Gedek, suatu kasus krimininal yang fenomenal dalam sejarah kriminalitas di ibukota. Robot Gedek, pelaku sodomi terhadap belasan korban, sebagian di antaranya dibunuh. Kasus ini juga menyita perhatian media massa, para ahli psikologi dan hukum, serta proses penuntutan dan pembuktian yang agak rumit. Bahkan kasus ini menjadi inspirasi pembuatan film layar lebar.
Keberhasilan ini juga membawa Pangeran Edward memperoleh penghargaan dari Kepala Kepolisian RI. Langsung pula dipromosikan menjadi Wakil Kepala Polres Metro Jakarta Utara (1998-1999). Saat bertugas di wilayah Jakarta Utara ini, huru hara peristiwa “Mei 1998” yang berkait dengan reformasi terjadi. Pangeran Edward bersama jajarannya bekerja keras agar wilayah Jakarta Utara dapat terus terkendali, tetap kondusif untuk mengantisipasi perkembangan situasi yang memanas waktu itu. “Itu pengalaman pengendalian situasi yang amat dramatis. Memerlukan intuisi tambahan, memerlukan kecakapan pikiran, pengendalian emosi, serta kematangan taktis dalam bertindak,” kenang Pangeran Edward.
Pada saat itulah ia mendapatkan pengalaman berharga. Terutama dari seniornya, Kapolres Metro Jakarta Utara saat itu, Letkol Pol Drs. Wisjalu Amat Sastro, SH. Senior ini mengatakan, “... Dik, dari seluruh rangkaian manajemen itu, Anda harus hati-hati dalam hal yang terakhir ini, kontrol atau dal itu, karena dal itu sangat menentukan betul.” Dal adalah pengendalian. Faktor pengendalian sangat penting. Pangeran Edward menambah pengalaman dalam pengendalian personilnya di lapangan, khususnya ketika harus “mengelola massa”.
Selesai bertugas di Jakarta Utara, Pangeran Edward mengikuti Sekolah Pimpinan (Sespim) Polri atau menjadi Perwira Siswa (Pasis) Sespim Polri Pendidikan Reguler Angkatan XXXV (1999-2000).
Selesai mengikuti Sespim, Pangeran Edward mendapat tugas menjadi Kabag Reserse Tipiter Polda Jawa Barat di Bandung (2000). Baru dua bulan bertugas di sana, dimutasi menjadi Kasat Reserse Polwiltabes Bandung. Pada saat ini pula, kembali Pangeran Edward bersama jajarannya berhasil mengungkap dan menangkap tersangka pelaku peledakan bom. “Waktu itu terjadi percobaan peledakan 11 gereja pada malam tahun baru,” kenang Pangeran Edward.
Pengungkapan kasus serius ini mendapat back up dari Tim Mabes Polri. Tim Reserse dipimpin Pangeran Edward bekerjasama dengan Tim Intel dari Polwiltabes Badung memburu tersangka pelaku ke berbagai penjuru. Di antaranya, tertangkap di Brebes, Jawa Tengah. Keberhasilan ini pula yang membawa penugasan baru baginya sebagai Kapolres Bandung Tengah (2001-2002). Dari lingkungan Polwiltabes Bandung, tahun 2002 Pangeran Edward mendapat penugasan di Polwil Priangan, tetangga dekat, sebagai Kapolres Bandung di Cibabat. Saat inilah, Pangeran Edward mendapat Piagam Penghargaan dari DPRD Kabupaten Bandung dan Walikota Cimahi karena keberhasilannya menciptakan iklim kondusif bagi kehidupan bermasyarakat di daerah itu.
Di Bandung ini pula Pangeran Edward mendapat penghargaan dari masyarakat Pasundan. Penghargaan itu baru tiga kali diberikan semenjak zaman kemerdekaan. Dua penerima sebelumnya dari TNI Angkatan Darat yang kemudian menjadi jederal. Keduanya telah wafat.
Tahun 2003, Pangeran Edward dipromosikan menjadi Wakapoltabes Palembang. Selama bertugas di Palembang ini pulalah Pangeran Edward makin mengentalkan minatnya pada budaya dan tradisi masyarakat lokal. Pelajaran selama bertugas di Jakarta dan sekitarnya, Bandung dan sekitarnya, mendapat pengalaman dan warna baru saat di Palembang.
Sembilan bulan bertugas di bumi Sriwijaya, Pangeran Edward Syah Pernong dipromosikan naik pangkat menjadi Komisaris Besar Polisi dengan tiga melati di pundaknya. Pada saat itu ia menerima penugasan baru sebagai Kapolres Metro Bekasi, seakan balik kandang. Pada saat menjabat Kapolres Metro Bekasi, Pangeran Edward mendapat pengalaman berharga, yaitu melaksanakan Pilot Proyek Program Koban atas bantuan Pemerintah Jepang. Intinya, proyek mengubah perilaku dan citra polisi ke arah aparat sipil. “Pengemasan polisi sipil profesional, perilaku polisi yang bersahabat, dekat dan melayani masyarakat,” katanya.
Dan mulai Februari 2006, Pangeran Edward dilantik menjadi Kapolres Metro Jakarta Barat. Saat buku ini ditulis Pangeran Edward sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti Sespati.
Dalam hal menjalankan tugas, Pangeran Edward tidak pernah tidak, harus turun ke bawah, mendekat ke anggota. Pimpinan, baginya, harus berada di tengah-tengah anggotanya. Tugas dan kewenangan memang harus didelegasikan tuntas sesuai dengan fungsi dan porsinya masing-masing sampai pada tataran terendah. Ketika operasi bergerak, pimpinan harus bersama mereka untuk memotivasi anggota. Bersamaan dengan itu, fungsi kontrol dan pengendalian akan terjadi dengan sendirinya.
Dalam penerapan strategi agar mencapai tujuan, Pangeran Edward mengumpakannya dengan permainan catur. “Semua biji catur diperankan tetapi tidak selalu semua harus dimainkan. Bahkan dalam beberapa hal, hanya beberapa biji saja yang dimainkan. Yang diam, justeru bisa menjadi kunci untuk matikan gerakan lawan, yang bergerak seakan tanpa guna justeru dimaksudkan untuk empat lima langkah ke depan, demikian seterusnya,” ungkapnya.
Hanya, sebagai polisi ia sering kecewa apabila strategi, teknik, taktik, siasat penangkapan penjahat kakap dan licin diungkapkan secara terbuka sampai detail melalui media massa. Pengungkapan ini membuat perbendaharaan teknik rahasia serse menangkap penjahat menjadi berkurang. Penjahat bisa belajar dan mudah menangkal teknik polisi. “Ya kita umumkan pejahat tertangkap. Proses penangkapan disampaikan kronologinya saja tidak sampai teknik detail. Kita sering jadi repot pada pengembangan tugas-tugas berikutnya. Cara pengungkapan dan penangkapan yang sama tidak bisa diterapkan lagi. Tapi ada hikmahnya juga, polisi harus selalu kreatif.”
Sejumlah kasus menonjol pernah diungkap Pangeran Edward dan anak buahnya dalam tempo kurang dari 24 jam setelah peristiwa. Beberapa di antaranya kurang dari 8 jam. Ada seorang Kapolsek yang menjadi bawahan Pangeran Edward pernah bertanya rahasia kecepatan bergerak dan membawa hasil, Pangeran Edward menjawab dengan berseloroh, “ Hai.... itu berkat kau selalu makan kue matsuba.” Kapolsek itu berasal dari Palembang, dan di kota itu terkenal pula makanan khas kue matsuba yang sangat enak dan untuk mematangkan roti itu perlu waktu 8 jam.
Sebagai pengendali operasi, Pangeran Edward sering melakukan kreasi pengorganisasian. Di organisasi operasi, polisi mengenal Tim Buru Sergap (Buser); Tim Resmob, Tim Khusus dan sebagainya. Ia menyusun organisasi kecil dalam operasi Tim Saring – sanggong dan ringkus, Tim Keris – kejar dan ringkus, artinya kalau sudah turun lapangan harus bekerja sampai meringkus tersangka. Sebagai reserse senior, Pangeran Edward selalu meletakkan keberhasilan tugas sebagai bagian dari keberhasilan menggerakkan segenap potensi dan jaringan. “Man, money, dan material adalah kuncinya. Faktor manusia nomor satu, anggaran penting agar mampu membangun jaringan, dan teknologi reserse.”
Sebagai perwira menengah polisi yang bukan berasal dari Akademi Kepolisian, karier Pangeran Edward di bidang reserse memang menarik perhatian. Bahkan bagi polisi-polisi muda perjalanan kariernya sering dijadikan pembanding. Keberhasilan sangat tergantung pada motivasi dan prestasi manusianya. Tidak kalah pentingnya, bagi Pangeran Edward adalah human invest, pemeliharaan hubungan baik dengan semua pihak. Seseorang akan berhasil apabila dipercaya oleh orang lain. “Salah satu cara agar dipercaya, orang selalu melihat apakah kerja kita benar. Tunjukkan tanggung jawab. Jangan sampai lepas tanggung jawab. Tidak berhenti sebelum berhasil. Dengan kepercayaan, kita akan mendapat tugas atau diberi kesempatan. Tanpa kesempatan, bagaimana bisa berkiprah?”
Lepas dari itu semua, pelaksanaan tugas polisi selalu membutuhkan nyali. Yang paling utama, polisi harus punya nyali. Polisi akan berhadapan dengan situasi tak terprediksi. Situasi-situasi seketika. Polisi harus ambil keputusan tepat dalam situasi mendadak. Punya intuisi, punya naluri, punya teori, punya pola penanganan, tanpa nyali tidak akan bisa ambil tindakan tepat. “Tanpa nyali akan ragu. Peragu tidak pernah bisa ambil keputusan tepat.”