Sai Batin

Sai Batin

Sai Batin

Sai Batin Kedau Rakyat

Sai Batin Kedau Harkat

Sai Batin Kedau Derajat

Sai Batin Kedau Adat

Sai Batin mejaung de hejaungan

Sai Batin nyeceng pamanuhan

Lampung Barat, Lampung, Indonesia
Tahun 1989, Pangeran Edward Syah Pernong dinobatkan sebagai Sai Batin Kepaksian Pernong, dengan gelar Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi yang Dipertuan Sekala Beghak XXIII

18/12/08

Syukuran Alprinse Syah Pernong


Setelah menunggu waktu yang cukup lama, akhirnya Allah mengabulkan doa-doa Pangeran Edwardsyah Pernong, gelar Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi Sekala Beghak Yang Dipertuan Agung ke-23, dan Nurul Adiati, gelar Ratu Mas Inton Dalom Ratu Paksi Buay Pernong. Pada tanggal 10 Oktober 2007 lahir putra pangeran, yang diharap-harapkan dapat menjadi penerus Sai Batin Paksi Buay Pernong Paksi Pak Sekala Beghak. Alprinse Syah Pernong, begitu nama yang diberikan oleh Pangeran Edward pada sang buah hati, putra kedua Pangeran Edward.
Sebagaimana lazimnya tata cara adat, kelahiran putra mahkota layak untuk diberi penghormatan sesuai tradisi. Bukan untuk berbangga hati, melainkan karena kelahiran putra mahkota memberi harapan akan terus berjalannya adat-budaya Paksi Buay Pernong, sebagai kesatuan adat dan budaya. Syukuran atas kelahir putra mahkota, Pangeran Alprinse Syah Pernong dilakukan Senin 19 Mei 2008, di Batu Brak.
Menurut Pangeran Edward, kelahiran Pangeran Alprinse Syah Pernong itu diharapkan menjadi penerus kepemimpinan raja adat di kerajaan adat Sekala Beghak pada masa mendatang, serta meneruskan tanggung jawab mengurus dan menyayangi keluarga besar Kepaksian Pernong Paksi Pak Sekala Beghak.
Tanggal 19 Mei sepertinya menjadi penanda waktu yang penting, karena pada tanggal itu pula genap 19 tahun Pangeran Edward memimpin Paksi Buay Pernong, sebagai Sai Batin.
Prosesi dimulai dengan penyambutan kedatangan Pangeran Edward Syah Pernong bersama keluarga di Gedung Dalom, pada Sabtu 17 Mei, sekitar pukul 15.00. Pangeran Edward Syah disambut para raja yang ada di bawah Kepaksian Pernong, dengan arak-arakan adat. Semua keperluan arak-arakan penyambutan Sai Batin itu berasal dari warga Buay Pernong untuk menunjukkan kecintaan dan kesetiaan mereka pada Sai Batin-nya.
Pangeran Edwardsyah Pernong bersama rombongan disambut oleh Raja Mangku Bumi Pemapah Dalom Beny Anas Bunyamin, bersama puluhan raja adat Kepaksian Pernong.
Dalam pengarahannya kepada para raja, Pangeran Edwardsyah Pernong mengatakan kegiatan itu merupakan kegiatan terbesar yang digelar kerajaan tersebut selama ia menjabat sebagai Sai Batin. "Saya minta kalian semua bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Karena syukuran ini sekaligus memperingati 19 tahun kepemimpinan menjadi panutan di Kepaksian Pernong ini," kata Pangeran Edward.

Pada acara puncak syukuran tersebut Pangeran Edward juga mengundang Sai Batin Buay Belunguh, Sai Batin Buay Nyekhupa, dan Sai Batin Bejalan Diway, serta beberapa kerajaan adat yang berada di Indonesia, antara lain Kesultanan Solo dan Makassar. Dan dari unsur Pemerintah Daerah yang diundang antara lain Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P, bupati dan wali kota se-Lampung.
Di ruang pertemuan, Pangeran Edward Syah duduk sejajar dengan Sai Batin Nyekhupa, Sai Batin Bejalan Diway, dan Sai Batin Belunguh.
Prosesi syukuran dimulai dengan dinaikkannya Pangeran Alprinse Syah Pernong ke dalam tandu berbentuk burung, dipangku oleh Permaisuri Nurul Adiati, gelar Ratu Mas Inton Dalom Ratu Paksi Buay Pernong. Arak-arakan dimulai dengan dentuman meriam. Lalu arakan berjalan sejauh 1 kilometer, selama dalam perjalanan dentuman meriam menggelegar sebanyak tujuh kali.

Selesai melakukan arakarakan, Pangeran digendong oleh Ibunda Permaisuri Nurul Adiati, untuk menemui para tamu undangan, disertai dengan lantunan shalawat. Tampak Pangeran Alprinse Syah Pernong tersenyum dan tanpa rasa takut menerima peluk-cium dari Ayahanda-nya Pangeran Edward Syah Pernong, dilanjutkan dengan Sai Batin dari kepaksian yang lain, dan tamu undangan yang lain.

Tasyakuran dengan prosesi adat lengkap tersebut, sudah lebih dari seratus tahun tidak dilakukan, karena itu sangat wajar bila acara itu menarik minat masyarakat Lampung, juga media massa. Dalam kesempatan tersebut dikeluarkan seluruh pusaka Paksi Buay Pernong, termasuk meriam kuno, yang dalam acara-acara adat lain tak pernah ditampilkan.
Dalam kesempatan bahagia itu, Pangeran Edward Syah Pernong juga memberikan gelar adat kepada Tursandy Alwi, Ari Yusuf Amir, Peter Son Syukri, Pujiharto (Mataram), Hengky (anggota DPRD Jawa Tengah asal Lampung Barat), dan Erwin Muslimin Singajuru. Selain itu akan diberikan penghargaan Pengahut Dalom kepada Henry Yosodiningrat (Ketua Umum Granat), AKBP Yusril (Polda Lampung), Imam Tarmizi (Sungkai), Kapolda Lampung, kapolres Way Kanan, Bupati Lambar Mukhlis Basri, Ketua DPRD Dadang Sumpena, dandim 0422/LB, Kajari Liwa, ketua pengadilan, dan sekkab Lampung Utara.


Read More......

11/12/08

Antara Tanggung Jawab Adat dan Tanggung Jawab Negara


Selain tanggung jawab adat yang diemban, sebagaimana kakek dan ayahandanya semasa hidup, juga berjuang, mengabdi, dan membela Republik Proklamasi, Pangeran Edward mengemban tugas negara. Ia menjadi Sai Batin bagi masyarakat adatnya yang terwarisi dan bersatu secara turun temurun, sekaligus mengabdi kepada bangsa dan negara melalui jalur kepolisian negara. “Kalau dalam hal membela Republik ini, putra-putra terbaik Kepaksian Pernong telah membuktikannya, lima tokoh di antara leluhur kami dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, paman-paman kami juga tokoh-tokoh masyarakat dan pimpinan daerah yang disegani. Seterusnya, perjuangan mereka kami lanjutkan,” kata Pangeran Edward penuh semangat.

Makna dari tugasnya di negara kesatuan Republik Indonesia sebagai Bhayangkara Negara, baginya seperti reaktualisasi nilai-nilai kejuangan yang ditanamkan ayahandanya, Pangeran Maulana Balyan, dan nilai-nilai luhur adat Sai Batin yang ditanamkan kakeknya, Pangeran Suhaimi. Bahkan dalam banyak hal, dalam menjalankan tugas kepolisian sebagai pengayom masyarakat, nilai-nilai kasih sayang yang ditanamkan ibundanya, Siti Rahmasuri seakan menemukan bentuk penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. “Jadi jelas, nilai-nilai adat yang kami warisi akan menjadi modal dasar dan modal besar untuk mengabdi kepada bangsa ini. Adat menjadi alat pemersatu dan penguatan kebanggaan sebagai bangsa,” kata Pangeran Edward mantap.
Tahun 1992, karena prestasi kerjanya di dinas kepolisian, Pangeran Edward mendapat kesempatan mengikuti pendidikan kembali. Masuk Sekolah Lanjutan Perwira (Selapa) Polri, Pendidikan Reguler Angkatan XX (DikReg XX – 1992-1993) selama 9 bulan. Bertepatan dengan angkatan ini dimulai, lama pendidikan Selapa Polri diubah dari 6 bulan menjadi 9 bulan. Dan ia menyabet prestasi sebagai lulusan terbaik dan ditempatkan di Polda Metro menjadi Kepala Sub Unit I Reserse Umum Polda Metro Jaya. Baru tiga bulan, naik promosi sebagai Kepala Satuan Serse Polres Metro Bekasi (1993-1996). Di Bekasi, ia selama tiga setengah tahun memantapkan pengalaman resersenya.
Di samping banyak kasus-kasus yang berkait dengan masalah pertanahan, wilayah Polres Metro Bekasi waktu itu merupakan kawasan rawan kejahatan. Hampir tiap hari terjadi kejahatan, terutama perampokan. Ketika itu bahkan perampok beroperasi secara berkelompok, dalam waktu hampir bersamaan, turun serentak 150 orang dan merampok ke 30 rumah warga dalam wilayah yang tersebar. “Kita harus kerja keras, berpikir keras, sering kejar-kejaran hingga melintas keluar wilayah,” kenang Pangeran Edward.
Mendekati tiga tahun bertugas di Bekasi, Pangeran Edward mendapat tantangan besar. Tahun 1995, di wilayah kerjanya terjadi perampokan dan pemerkosaan keluarga Acan. Heboh, koran dan televisi melakukan liputan luas dan mendalam. Dalam tempo 11 hari, berkat kerja keras Tim Buru Sergap yang dipimpin Pangeran Edward, para pelakunya tertangkap dan kasus terungkap. Kasus terkuak tuntas tanpa menyisakan tanda tanya di masyarakat. Persidangan pengadilan memberi ganjaran kepada 11 pelakunya, rata-rata 15 tahun penjara.
Karena keberhasilan itu, Presiden Soeharto memanggilnya ke Istana Negara untuk menerima Lencana Adhi Satya Bhakti. “Itu adalah suatu penghargaan khas profesi kepolisian,” kata Jenderal Dibyo Widodo, Kapolri waktu itu. Lencana itu diberikan karena keberhasilan polisi mengungkap kasus besar dan menyita perhatian masyarakat.

Keberhasilan ini membawa Pangeran Edward dipromosikan menjabat Kasat Serse Polres Metro Jakarta Pusat. Tercapailah cita-citanya, tercapailah angan-angannya, terpenuhi keinginannya. “Ternyata Tuhan mendengar doa-doa saya. Tugas ini adalah amanah. Saya harus emban tugas ini dengan penuh tanggung jawab,” katanya.
Saat menjadi Kasat Serse Polres Metro Jakarta Pusat (1996-1998) kembali Pangeran Edward berhasil mengungkap banyak kasus kejahatan, sejumlah di antaranya kasus-kasus besar. Termasuk, kasus Robot Gedek, suatu kasus krimininal yang fenomenal dalam sejarah kriminalitas di ibukota. Robot Gedek, pelaku sodomi terhadap belasan korban, sebagian di antaranya dibunuh. Kasus ini juga menyita perhatian media massa, para ahli psikologi dan hukum, serta proses penuntutan dan pembuktian yang agak rumit. Bahkan kasus ini menjadi inspirasi pembuatan film layar lebar.
Keberhasilan ini juga membawa Pangeran Edward memperoleh penghargaan dari Kepala Kepolisian RI. Langsung pula dipromosikan menjadi Wakil Kepala Polres Metro Jakarta Utara (1998-1999). Saat bertugas di wilayah Jakarta Utara ini, huru hara peristiwa “Mei 1998” yang berkait dengan reformasi terjadi. Pangeran Edward bersama jajarannya bekerja keras agar wilayah Jakarta Utara dapat terus terkendali, tetap kondusif untuk mengantisipasi perkembangan situasi yang memanas waktu itu. “Itu pengalaman pengendalian situasi yang amat dramatis. Memerlukan intuisi tambahan, memerlukan kecakapan pikiran, pengendalian emosi, serta kematangan taktis dalam bertindak,” kenang Pangeran Edward.
Pada saat itulah ia mendapatkan pengalaman berharga. Terutama dari seniornya, Kapolres Metro Jakarta Utara saat itu, Letkol Pol Drs. Wisjalu Amat Sastro, SH. Senior ini mengatakan, “... Dik, dari seluruh rangkaian manajemen itu, Anda harus hati-hati dalam hal yang terakhir ini, kontrol atau dal itu, karena dal itu sangat menentukan betul.” Dal adalah pengendalian. Faktor pengendalian sangat penting. Pangeran Edward menambah pengalaman dalam pengendalian personilnya di lapangan, khususnya ketika harus “mengelola massa”.
Selesai bertugas di Jakarta Utara, Pangeran Edward mengikuti Sekolah Pimpinan (Sespim) Polri atau menjadi Perwira Siswa (Pasis) Sespim Polri Pendidikan Reguler Angkatan XXXV (1999-2000).
Selesai mengikuti Sespim, Pangeran Edward mendapat tugas menjadi Kabag Reserse Tipiter Polda Jawa Barat di Bandung (2000). Baru dua bulan bertugas di sana, dimutasi menjadi Kasat Reserse Polwiltabes Bandung. Pada saat ini pula, kembali Pangeran Edward bersama jajarannya berhasil mengungkap dan menangkap tersangka pelaku peledakan bom. “Waktu itu terjadi percobaan peledakan 11 gereja pada malam tahun baru,” kenang Pangeran Edward.
Pengungkapan kasus serius ini mendapat back up dari Tim Mabes Polri. Tim Reserse dipimpin Pangeran Edward bekerjasama dengan Tim Intel dari Polwiltabes Badung memburu tersangka pelaku ke berbagai penjuru. Di antaranya, tertangkap di Brebes, Jawa Tengah. Keberhasilan ini pula yang membawa penugasan baru baginya sebagai Kapolres Bandung Tengah (2001-2002). Dari lingkungan Polwiltabes Bandung, tahun 2002 Pangeran Edward mendapat penugasan di Polwil Priangan, tetangga dekat, sebagai Kapolres Bandung di Cibabat. Saat inilah, Pangeran Edward mendapat Piagam Penghargaan dari DPRD Kabupaten Bandung dan Walikota Cimahi karena keberhasilannya menciptakan iklim kondusif bagi kehidupan bermasyarakat di daerah itu.
Di Bandung ini pula Pangeran Edward mendapat penghargaan dari masyarakat Pasundan. Penghargaan itu baru tiga kali diberikan semenjak zaman kemerdekaan. Dua penerima sebelumnya dari TNI Angkatan Darat yang kemudian menjadi jederal. Keduanya telah wafat.
Tahun 2003, Pangeran Edward dipromosikan menjadi Wakapoltabes Palembang. Selama bertugas di Palembang ini pulalah Pangeran Edward makin mengentalkan minatnya pada budaya dan tradisi masyarakat lokal. Pelajaran selama bertugas di Jakarta dan sekitarnya, Bandung dan sekitarnya, mendapat pengalaman dan warna baru saat di Palembang.
Sembilan bulan bertugas di bumi Sriwijaya, Pangeran Edward Syah Pernong dipromosikan naik pangkat menjadi Komisaris Besar Polisi dengan tiga melati di pundaknya. Pada saat itu ia menerima penugasan baru sebagai Kapolres Metro Bekasi, seakan balik kandang. Pada saat menjabat Kapolres Metro Bekasi, Pangeran Edward mendapat pengalaman berharga, yaitu melaksanakan Pilot Proyek Program Koban atas bantuan Pemerintah Jepang. Intinya, proyek mengubah perilaku dan citra polisi ke arah aparat sipil. “Pengemasan polisi sipil profesional, perilaku polisi yang bersahabat, dekat dan melayani masyarakat,” katanya.
Dan mulai Februari 2006, Pangeran Edward dilantik menjadi Kapolres Metro Jakarta Barat. Saat buku ini ditulis Pangeran Edward sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti Sespati.
Dalam hal menjalankan tugas, Pangeran Edward tidak pernah tidak, harus turun ke bawah, mendekat ke anggota. Pimpinan, baginya, harus berada di tengah-tengah anggotanya. Tugas dan kewenangan memang harus didelegasikan tuntas sesuai dengan fungsi dan porsinya masing-masing sampai pada tataran terendah. Ketika operasi bergerak, pimpinan harus bersama mereka untuk memotivasi anggota. Bersamaan dengan itu, fungsi kontrol dan pengendalian akan terjadi dengan sendirinya.
Dalam penerapan strategi agar mencapai tujuan, Pangeran Edward mengumpakannya dengan permainan catur. “Semua biji catur diperankan tetapi tidak selalu semua harus dimainkan. Bahkan dalam beberapa hal, hanya beberapa biji saja yang dimainkan. Yang diam, justeru bisa menjadi kunci untuk matikan gerakan lawan, yang bergerak seakan tanpa guna justeru dimaksudkan untuk empat lima langkah ke depan, demikian seterusnya,” ungkapnya.
Hanya, sebagai polisi ia sering kecewa apabila strategi, teknik, taktik, siasat penangkapan penjahat kakap dan licin diungkapkan secara terbuka sampai detail melalui media massa. Pengungkapan ini membuat perbendaharaan teknik rahasia serse menangkap penjahat menjadi berkurang. Penjahat bisa belajar dan mudah menangkal teknik polisi. “Ya kita umumkan pejahat tertangkap. Proses penangkapan disampaikan kronologinya saja tidak sampai teknik detail. Kita sering jadi repot pada pengembangan tugas-tugas berikutnya. Cara pengungkapan dan penangkapan yang sama tidak bisa diterapkan lagi. Tapi ada hikmahnya juga, polisi harus selalu kreatif.”
Sejumlah kasus menonjol pernah diungkap Pangeran Edward dan anak buahnya dalam tempo kurang dari 24 jam setelah peristiwa. Beberapa di antaranya kurang dari 8 jam. Ada seorang Kapolsek yang menjadi bawahan Pangeran Edward pernah bertanya rahasia kecepatan bergerak dan membawa hasil, Pangeran Edward menjawab dengan berseloroh, “ Hai.... itu berkat kau selalu makan kue matsuba.” Kapolsek itu berasal dari Palembang, dan di kota itu terkenal pula makanan khas kue matsuba yang sangat enak dan untuk mematangkan roti itu perlu waktu 8 jam.
Sebagai pengendali operasi, Pangeran Edward sering melakukan kreasi pengorganisasian. Di organisasi operasi, polisi mengenal Tim Buru Sergap (Buser); Tim Resmob, Tim Khusus dan sebagainya. Ia menyusun organisasi kecil dalam operasi Tim Saring – sanggong dan ringkus, Tim Keris – kejar dan ringkus, artinya kalau sudah turun lapangan harus bekerja sampai meringkus tersangka. Sebagai reserse senior, Pangeran Edward selalu meletakkan keberhasilan tugas sebagai bagian dari keberhasilan menggerakkan segenap potensi dan jaringan. “Man, money, dan material adalah kuncinya. Faktor manusia nomor satu, anggaran penting agar mampu membangun jaringan, dan teknologi reserse.”
Sebagai perwira menengah polisi yang bukan berasal dari Akademi Kepolisian, karier Pangeran Edward di bidang reserse memang menarik perhatian. Bahkan bagi polisi-polisi muda perjalanan kariernya sering dijadikan pembanding. Keberhasilan sangat tergantung pada motivasi dan prestasi manusianya. Tidak kalah pentingnya, bagi Pangeran Edward adalah human invest, pemeliharaan hubungan baik dengan semua pihak. Seseorang akan berhasil apabila dipercaya oleh orang lain. “Salah satu cara agar dipercaya, orang selalu melihat apakah kerja kita benar. Tunjukkan tanggung jawab. Jangan sampai lepas tanggung jawab. Tidak berhenti sebelum berhasil. Dengan kepercayaan, kita akan mendapat tugas atau diberi kesempatan. Tanpa kesempatan, bagaimana bisa berkiprah?”
Lepas dari itu semua, pelaksanaan tugas polisi selalu membutuhkan nyali. Yang paling utama, polisi harus punya nyali. Polisi akan berhadapan dengan situasi tak terprediksi. Situasi-situasi seketika. Polisi harus ambil keputusan tepat dalam situasi mendadak. Punya intuisi, punya naluri, punya teori, punya pola penanganan, tanpa nyali tidak akan bisa ambil tindakan tepat. “Tanpa nyali akan ragu. Peragu tidak pernah bisa ambil keputusan tepat.”

Read More......

Naik Tahta


Tahun 1989, saat Pangeran Edward masih berpangkat Letnan Satu Polisi, terjadi titik balik dalam proses kehidupannya. Masa menyerap pelajaran sudah harus digantikan dengan masa pembuktian dari apa yang dipelajari. Dinamika dan problematika kehidupan sudah harus dihadapi secara nyata. Pada tahun itu tiga tanggung jawab harus ia sandang sekaligus, tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga, tanggung jawab sebagai Sai Batin, serta tanggung jawab sebagai abdi masyarakat di Kepolisian.

Tahun 1989, pasti tak pernah akan terlupakan oleh Pangeran Edward. Karena pada tahun itu ia menikahi Ratu Mas Intan Dalom Ratu Marga Buay Kenyangan menjadi permaisurinya. Ratu Mas Intan Dalom Ratu Marga Buay Kenyangan adalah keturunan pemuka Rajabasa sekaligus pemuka masyarakat Lampung, H. Muhtar Hasan yang pernah menjabat Wakil Ketua DPRD Propinsi Lampung. Wilayah Rajabasa secara kultural memang bagian dari wilayah Kepaksian Pernong.
Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi yang Dipertuan Sekala Beghak XXIII menikah dengan Ratu Mas Intan Dalom Ratu Marga Buay Kenyangan pada tahun (1989). Perhelatan Perkawinan Pangeran Edward bersamaan dengan Penobatannya sebagai Sai Batin Kepaksian Pernong. Perisitiwa ini mendapat perhatian dari masyarakat adat Sai Batin dan liputan media massa. Perkawinan dan penobatan dilaksanakan dengan upacara adat kebesaran.

Dari hasil pernikahan itu kini dikaruniai seorang putri, bernama Regina Nareswarifiruzzaurrahma dengan nama panggilan: Dalom Putri.
Sang Ratu sendiri dilahirkan di Rajabasa. Daerah ini memiliki dermaga laut yang pada masa lalu memiliki hubungan dekat dengan Kesultanan Banten. Bahkan bandar di Rajabasa memiliki garis lurus ke timur sedikit tenggara persis dengan bandar di Banten. Bahkan menurut riwayat, pada saat-saat tertentu, permukaan air dari Rajabasa hingga ke Banten dalam keadaan seperti permadani, tenang-datar tetapi angin bertiup kencang sehingga perahu menjadi sangat laju. Rajabasa, salah satu bandar dalam pengaruh kekuasaan Banten.
Pemuka masyarakat dan adat di Rajabasa seba / menghadap ke Banten. Dia mendapat gelar Tumenggung Rasamenggala dari Kesultanan Banten. Dia ini juga mempunyai pula saudara yang tinggal di Banten, Tumenggung Wartamenggala. Hubungan dagang, hubungan politik, dan hubungan budaya antara Rajabasa dan Banten telah berjalan lama.
Bersamaan dengan upacara pernikahan, sebagaimana tradisi di Kepaksian Pernong, Pangeran Edward dilantik menjadi Sai Batin Kepaksian Pernong, dengan gelar Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi yang Dipertuan Sekala Beghak XXIII.
Berbeda dengan Sai Batin sebelumnya, Pangeran naik tahta tanpa mengikuti tradisi duduk di atas Pepadun. Meski sebenarnya Pangeran Edward dan semua rakyat Kepaksian Pernong tetap ingin melakukan upacara penobatan dengan mengikuti tradisi, namun apa hendak dikata, perjalanan waktu acapkali membuat orang lupa. Dikisahkan, penobatan Pangeran Edward akan dilakukan di Tanjung Karang. Sementara Pepadun disimpan di Buay Belunguh di Batu Brak. Maka diutuslah Raja Perwiranegara, sebagai Pemapah Dalom Pernong untuk menemui Sai Batin Belunguh, M. Yusuf Effendi gelar Sultan Permata Jagat. Intinya menyampaikan informasi akan digunakannya Pepadun yang tersimpan di Kepaksian Belunguh bagi penobatan Pangeran Edward.
Dengan alasan Pepadun belum pernah digunakan di luar wilayah Sekala Beghak, sedang Pangeran Edward akan dinobatkan di Tanjung Karang, maka Pepadun tidak dapat dipakai/dipinjam. Kemudian Pangeran Effendi menyatakan Pepadun akan tetap menjadi simbol pusaka tetapi tidak bisa lagi digunakan untuk penobatan.
Seperti sudah disinggung di bagian awal tulisan ini, Pepadun yang merupakan pusaka leluhur itu, karena dipandang bertuah, telah dipreteli atau dicacah oleh tangan-tangan jahil. Dengan dasar itu, maka sesungguhnya Pepadun sudah tidak lagi seperti semula, hingga tidak bisa lagi digunakan sebagai dampar. Dan berdasarkan filosofi adat, sebuah singgasana yang sudah dirobek-robek sudah hilang tuah kebesarannya. Pangeran Edward memutuskan tidak menggunakannya saat Penattahan Adok (penobatan) Sai Batin Kepaksian Pernong.
“Ibu waktu ditanya perihal ini pun mengatakan, tidaklah mengapa sebab Pepadun itu sendiri kini sudah berubah bentuk dan maknanya. Jadi penobatan Sai Batin tanpa pepadun tidak menjadi masalah, bisa saja, “kata Pangeran Edward.
Karenanya, kini pepadun tersebut tinggallah suatu benda peninggalan sejarah.
Ada kisah menarik usai penobatan. Sebagaimana dalam tradisi selepas naik tahta, hari berikutnya Pangeran Edward harus berangkat dengan berjalan kaki mendaki Gunung Pesagi bersama sejumlah pengawal, dan menginap di puncak. Di puncak gunung itu, mereka didera rasa dingin yang mengiris tulang. Sesuai tradisi sebelumnya, di perjalanan ke puncak itu, biasanya, kehadiran Sai Batin yang baru akan disambut oleh harimau dengan memperlihatkan bekas-bekas tapak kakinya di sepanjang tanah jalan setapak yang dilalui Sai Batin. Menurut cerita, kadang kedatangan harimau itu disertai suara auman yang berdengung. Konon, apabila Sai Batin baru tidak disambut kehadiran harimau, diperkirakan keabsahan tahtanya dipertanyakan. Pada waktu Pangeran Edward melakukan ritual tradisi ini, hingga puncak tidak ditemukan jejak harimau. Jangan-jangan karena tidak duduk di kayu pepadun pada saat penobatan? Namun ketika dingin telah menggigilkan dan sampai hampir tidak kuat menahannya, jelas sekali terlihat di tanah bekas tapak-tapak kaki harimau di atas tanah basah. “Untuk meyakinkan, di antara kami ada yang memotret deretan bekas tapak kaki harimau itu beberapa kali dari berbagai sudut pengambilan. Setelah dicetak, tak satupun yang muncul gambar tapaknya. Hanya tanah datar tampak jelas dan detail tetapi tanpa bekas tapak,” cerita Pangeran Edward.

Sejak penobatan itu, maka tahta Kepaksian Pernong Paksi Pak Sekala Beghak adalah bagian dari tanggungjawab kehidupan bermasyarakat Pangeran Edward, khususnya dalam masyarakat adat yang dipimpinnya. Di dalam masyarakat adatnya, Pangeran Edward adalah satu-satunya Pangeran, satu-satunya Sultan, satu-satunya junjungan. Ia menjadi pemangku adat yang segala laku hidupnya harus bisa menjadi suri tauladan bagi semesta kehidupan.
Modal dasar yang dimiliki Pangeran Edward sebagai Si Batin sangatlah kuat. Dalam pandangan Ibnu Hadjar Raja Sempurna modal dasar yang terpenting adalah prinsip hidup orang-orang Kepaksian Pernong, yaitu “yang saya turut adalah perintah Sai Batin”. Apapun yang diperintahkan Sai Batin, akan dituruti. Itulah kesetiaan. Menurutnya, kesetiaan itu bukan karena sebab-sebab lain. Sebab-sebab utamanya adalah karena adanya kharisma dari Sai Batin. Kharisma itu diberikan Tuhan sejak dalam rahim, dalam kandungan. Orang lain tidak bisa meniru atau membuatnya. Dari dulu, Sai Batin Kepaksian Pernong adalah orang-orang yang punya kharisma. Di antaranya, karena tindakan dan omongannya bisa dipercaya.
Mungkin karena laku pada masa lalu, khususnya puasa Senin-Kamis, dekat dan selalu menyantuni anak yatim, dekat dengan ulama yang membuat kharisma Pangeran Edward terus bersinar. Ketika menghadiri Festival Kraton di Surakarta tahun 2006, misalnya, bersama raja-raja dari seluruh Nusantara, Pangeran Edward datang dan dijamu oleh Sunan Paku Buwono XIII di Kraton Surakarta. Pada saat itu tidak diketahui darimana muasalnya, dia diminta menyampaikan sambutan mewakili raja-raja yang lain. Pangeran Edward juga tidak tahu, apa yang harus ia sampaikan. Akhirnya ia pun berbicara ringan tanpa beban, berterimakasih kepada Sunan Paku Buwono XIII. Sekaligus ia bersaksi dan menyatakan bahwa Sunan Paku Buwono XIII itulah yang sah dan bertahta di Kraton Surakarta.
Selesai berbicara, ia didatangi sejumlah pejabat istana dan sejumlah abdi dalem yang mengatakan pada waktu ia datang dan berpidato ada angin bertiup agak kencang selama beberapa saat di dalam istana tempat perhelatan itu. Bahkan mereka mengatakan sebuah ramalan telah terjawab malam itu. Menurut ramalan yang diyakini, Sunan Paku Buwono suatu saat akan kedatangan ratu ganteng berkulit kuning dari arah Barat yang akan membantunya. Mereka menafsirkan, Pangeran Edward lah yang disebut-sebut dalam ramalan itu. “Ya, mana saya tahu, saya datang karena diundang dan pidato karena diminta. Mereka bilang begitu tapi saya tidak tahu menahu,” kata Pangeran Edward merendah.

Read More......

Hijrah Ke Jogja


Jogja, itu punya kenangan besar, membangun watak dan kejuangan. Menempuh pendidikan sekaligus menempa pergaulan lintas budaya di tengah masyarakat yang majemuk. Itu hebatnya Jogja,” kata Pangeran Edward.

Ketika SMA, Pangeran Edward sakit dan memeriksakan diri ke Rumah Sakit Tentara Tanjung Karang. Di rumah sakit itu ia diperiksa seorang dokter muda, Mayor Onggo namanya. Pangeran Edward tetarik melihat dokter itu, masih muda sudah menjadi perwira gagah dan sehat. Melihat itu tergeraklah hati Pangeran Edward untuk menjadi tentara, di samping itu darah pejuang cukup kental mengalir di tubuh Pangeran.
Setamat SMA, Pangeran Edward mengikuti tes di UGM. Dan kemudian diterima di Fakultas Hukum UGM. Di Yogya inilah Pangeran Edward mulai mengetahui kalau ingin menjadi perwira tentara harus ditempuh melalui pendidikan di AKABRI. Namun, ia sudah terlanjur kuliah di UGM. Apa yang sudah terjadi tetap dijalani, meski dalam hati masih ingin menjadi tentara, cita-cita yang tetap menyala-nyala. Maka tak heran bila pilihannya untuk aktif di dunia kemahasiswaan jatuh pada Resimen Mahasiswa, Men Mahakarta Batalyon I UGM. Di resimen ini ia mulai mencicipi latihan dasar kemiliteran.
Kegiatan latihan militer, search and rescue, terjun payung, dan mendaki gunung menjadi kegiatan yang ditunggu-tunggu karena membawa kegembiraan baginya. Bahkan instruktur latihan pun amat dikenalinya. Ia masih ingat, komandan pusat latihan militer di Klaten waktu itu dipimpin Letkol Inf Tuswandi. “Mungkin karena anak tentara, jadi cita-cita untuk jadi tentara sangat kuat. Mungkin karena punya darah petarung, maka punya nyali buat berkelahi,” katanya bergurau.
Selama menjadi mahasiswa di Jogja, Pangeran Edward tinggal di daerah Baciro. Waktunya tidak hanya dihabiskan di kelas perkuliahan, tapi juga banyak bergaul dengan masyarakat setempat dan orang-orang yang datang dari berbagai penjuru tanah air. Guna mendukung cita-citanya menjadi tentara dan meneruskan hobi sejak kecil, Pangeran Edward terus belajar silat di Jogja. Awalnya ia belajar beladiri moderen, Kempo. Tetapi karena sering berkelahi di luaran, perguruan Kempo tempatnya berlatih menskors-nya. Menurut kesaksian kawan kuliahnya, Pangeran Edward berlatih bela diri bukan hanya di tempat latihan, tetapi juga di kost. Setiap pagi dan malam, Pangeran Edward menempa kemampuan bela dirinya.
Suatu masa dimana sepak terjang gali (gabungan anak liar)–preman, sedang marak di Jogja. Kala itu, di kalangan anak muda Jogja sedang tren “meguru” cari katosan. Pangeran Edward pun iseng-iseng belajar olah kanuragan dan kesaktian kepada mBah Joyo di lereng Gunung Sumbing Temanggung. Sejumlah laku dalam tradisi Jawa, seperti puasa dan bertapa dikaji, bahkan rapal-rapal khas Jawa pun pernah didengar dari mBah Joyo dan murid-muridnya. Pangeran Edward menjelajah dunia ini sebagai luapan rasa ingin tahunya yang besar terhadap khazanah budaya lokal, khazanah budaya Jawa. “Ah, itu kan iseng, ingin nyoba, main-main aja sama yang begitu-begitu. Benar-benar bisa sakti atau tidak? Jangan-jangan hanya trik. Saya kan menjauhi yang syirik. Apa kata mBah Joyo? mBah Joyo bilang, itu ada laku wengi sejati kalau puasa sehari semalam, kalau nglakoni dua hari dua malam, namanya kerik waja, anti tusuk, kalau 7 hari tujuh malam itu sang windu kencana, kalau empat puluh hari namanya wali sejati, tidak mempan senjata. Semula saya hanya ingin melihat, diantar sama Kang Suwar, dulu tukang reparasi jam di Tejokusuman. Saya penasaran saja melihat Mas Cukit di dekat Toko Bunga Taman Garuda, tidak mempan ditusuk senjata tajam. Kata Kakek, yang begitu-begitu itu bidah dan syirik. Semula saya hanya melihat-lihat bagaimana orang-orang itu menempa rasa percaya dirinya.”
Itulah sebabnya, semasa di Jogja, Pangeran Edward dikenal luas di kalangan gali, bahkan beberapa kali terlibat dalam konflik fisik dengan beberapa kelompok di antara mereka. “Entah karena apa, semua tidak berkembang jadi tawuran massal, berakhir dengan semacam ‘kesepakatan damai’ khas anak-anak geng. Ada saling pengertian. Biasalah, darah muda,” kata Pangeran Edward sambil tertawa dan menyelipi cerita suatu peristiwa tegang yang membuat seorang gali terkencing-kencing.
Ia juga berkesempatan menyelisik lorong-lorong sisi keras kehidupan para gali. “Kalau berurusan dengan mereka itu karena saya harus membela kawan yang teraniaya dan tertekan, didzalimi, diperas. Yang begitu-begitu perlu dibela, di antaranya lewat perlawanan.”
Di Jogja itu pula Pangeran Edward mempunyai ayah angkat orang Sulawesi, Pak Bakri mantan pemberontak yang punya ilmu juga. Bersama Letkol Tui dari Mandar, Pangeran Edward banyak berdiskusi mengenai olah kanuragan itu. Ketika remaja itu pula ia terinspirasi film laga yang dibintangi Bruce Lee. Dalam salah satu dialognya, guru Bruce Lee bilang, “ ... binalah dirimu untuk menghadapi hal-hal mendadak.” Kata-kata itu memberinya dorongan untuk selalu memiliki kesemaptaan fisik yang prima. Sehat jasmani.
Upaya menjaga kebugaran tubuh memang telah menjadi kebiasaannya sejak kecil. Ia selalu ingat pesan kakeknya, “ ... siagakan selalu dirimu dalam keadaan sehat fisik dan mental, sehingga sewaktu-waktu diperlukan kamu dalam keadaan siap. Kata Kakek, bersiaplah sebelum dibutuhkan.”
Ternyata bukan hobi silat saja yang diteruskan Pangeran Edward ketika di Yogya, hobi membaca komik pun terus berjalan. Komik karya Ganesh TH, Wid NS, Hasmi, Asmaraman Kho Ping Ho, dan buku-buku fiksi sewaan lain habis dilalapnya. Bahkan, ia sangat terkenal sebagai “kutu buku” di kamar kosnya. Selesai ujian semester, setumpuk buku disewa. Hari-harinya habis untuk “tekun membaca” (komik dan silat).
“Sampai-sampai, motor suka dibawa pinjam sama kawan seharian. Waktu dia pagi ambil motor, saya sudah baca, sore dia kembaliin motor saya masih baca. Lama-lama, motor jadi dilanggan pinjam. Mereka tahu diri juga sih, sering saya dibawain nasi Padang supaya tidak lupa makan siang, atau mereka bisa dititipi untuk kembalikan buku ke persewaan dan nyewa yang lain lagi, waktu itu sewa buku kan masih murah,” kata Pangeran Edward mengenang.

Read More......

10/12/08

Memilih Menjadi Abdi Negara


Cita-cita menjadi tentara tak pernah pupus. Selepas lulus menjadi sarjana hukum pun Pangeran Edward masih berusaha untuk bisa masuk menjadi tentara, melalui jalur Milsuk (Militer Sukarela). Rupanya kesempatan terbuka di Kepolisian. Dan penguasaan ilmu hukum yang dipelajari di UGM telah pula membuka hatinya untuk menjadi polisi. Dengan perasaan mantap, ia mendaftar menjadi polisi dari jalur “milsuk” dan diterima. “Menjadi polisi bagian dari cara saya mengabdi pada republik ini. Republik yang di antaranya ikut didirikan oleh kakek-moyang kami,” kata Pangeran Edward mantap.

Pangeran Edward jadi polisi? Siapa sangka, pangeran yang semenjak SD sampai SMA bukan siswa yang tergolong rajin belajar, lebih banyak baca komik ketimbang buku pelajaran, malah tergolong siswa yang kerap tidak masuk sekolah, malah diterima di FH UGM dan setelah itu menjadi polisi.
Ketika mulai bertugas di kepolisian (1984), Pangeran Edward ingin selalu bisa memberikan pengabdian terbaik. Ketika mulai berdinas, Pangeran Edward ditempatkan di bidang pendidikan, sebagai tenaga pengajar PTIK, tahun 1984-1986. Mungkin karena bekal kesarjanaannya itu, dan bukan dari akademi polisi maka ia tidak ditugaskan di “jajaran tempur”. Penugasan itu dijalankan sebaik mungkin. Kerja keras dan loyalitas di dalam menjalankan tugas, membuat Pangeran Edward banyak dikenal para perwira polisi yang sedang menempuh pendidikan di PTIK. Perkenalan itu membawa pengaruh positif pada saat mereka bertemu dalam tugas-tugas berikutnya di berbagai tempat. “Paling tidak kita sudah saling mengenal kemudian bisa mendapat kepercayaan dan kita berpeluang untuk membuktikan karya, kerja, dan prestasi.”

Mula-mula, karena merasa sebagai “polisi non tempur” – mungkin disiapkan menjadi polisi kantoran, Pangeran Edward tidak memiliki cita-cita muluk-muluk dalam meniti karier di kepolisian. Namun, api semangat berprestasinya tambah menyala ketika ia mendapatkan kesulitan untuk memberikan advokasi kepada salah seorang kerabatnya yang sedang terkena perkara di wilayah Jakarta Pusat. Ketika itu Pangeran Edward bermaksud ingin mencari kejelasan duduk perkara sehingga permasalahan dapat diselesaikan secara proporsional. Mungkin karena polisi dari lembaga pendidikan, Pangeran Edward dipandang sebelah mata oleh oknum polisi tertentu. Sejak itu, Pangeran Eward bercita-cita, suatu saat bisa menjadi anggota satuan reserse, bahkan kalau mungkin, ingin menjadi Kasat Serse Polres Metro Jakarta Pusat.
Rupanya, Gubernur PTIK waktu itu, tahu bakat dan performa kerjanya. Pangeran Edward dikirim untuk mengikuti pendidikan kejuruan serse (Dikjur Serse Polri). Setelah lulus ia pun dipindah dari staf di PTIK ke Bagian Reserse Markas Besar Kepolisian RI, sebagai Panit Sat Dik Khusus Sub Dit Serse Umum Mabes Polri (1986-1992). Akhirnya segala doa-doa dikabulkan, segala cita-cita menjadi kenyataan. “Semuanya buah kerja keras dan loyalitas.”
Selama menjalani tugas baru yang dicita-citakan ini, Pangeran Edward juga sering tergabung dalam tugas-tugas khusus dan kegiatan temporer lainnya dalam satuan-satuan tugas tertentu. Dan antara 1985-1992 tugas-tugas kesersean digelutinya secara intensif, dalam menjalankan tugas, ia juga terus belajar, mengasah ketajaman di bidang serse.
Selama menjadi polisi, Pangeran Edward menyerap pesan Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH, seorang pakar kepolisian, bahwa polisi harus ada otot, harus ada otak, dan harus ada hati nurani. Pangeran Edward menyakini prinsip itu. Namun, baginya, masih harus ada satu tambahan lagi, polisi harus punya nyali. Itulah sebabnya, sejak muda Pangeran Edward terus mengasah nyali. “Tanpa nyali, otot-otak-hati nurani tidak ada gunanya. Sebaliknya, hanya dengan nyali tanpa otot, otak, dan hati nurani juga akan konyol. Nyali itu penting.”
Read More......

Pangeran Edward Syah Pernong

Dari hasil perkawinan Pangeran Maulana Balyan dan Siti Rahmasuri lahirlah pewaris Kepaksian Pernong, Pangeran Edward Pernong. Diceritakan ada berbagai peristiwa unik menjelang kelahiran Pangeran Edward. Menurut adik kandung Pangeran Edward, Erlina, ia mendengar kisah dari ibunya, bahwa saat mengandung Pangeran, ia bermimpi berjalan menuju Gunung Pesagi, dan kepergian sang ibu tidaklah sendiri tapi diiringi oleh segenap rakyatnya. Masih menurut sang adik, keanehan lain yang ditemui adalah, karena Pangeran Edward berada dalam kandungan ibundanya di luar batas kewajaran. :12 bulan! Semua orang cemas menunggu kelahirannya. Bahkan sampai pada saat hendak dilahirkan pun, proses persalinan berlangsung cukup lama. Menurut cerita, karena sang pangeran belum juga mau keluar dari kandungan sang ibu, maka kakeknya Pangeran Suhaimi memerintahkan agar seluruh pintu dan jendela Lamban Gedung di Batu Brak dibuka. Dan perintah Pangeran Suhaimi diikuti, semua pintu dan jendela dibuka. Benarlah kata Pangeran Suhaimi, setelah pintu dan jendela terbuka, Pangeran segera terlahir ke muka bumi pada 27 Pebruari 1958.

Pangeran Edward tidak lama dalam belaian sang ibu. Hanya sekitar 3-4 tahun Pangeran Edward merasakan kasih sayang sang ibu. Saat usianya empat tahun, ia sudah
harus mengikuti penempaan diri untuk menjadi Sai Batin. Ia dirawat oleh kakeknya, Pangeran Suhaimi. Sepengetahuan Pangeran Edward sendiri, ia direngkuh dalam bimbingan Pangeran Suhaimi karena memang disiapkan agar kelak benar-benar bisa menjadi pemimpin Kepaksian Pernong yang tahu secara mendalam nilai-nilai hidup masyarakat adat Sai Batin. “Kata Kakek, supaya saya bisa meneruskan budaya, meneruskan generasi keturunan Sekala Beghak. Kakek ingin Kerajaan Sekala Beghak ini terus bercahaya, bersinar. Harus bersinar,” cerita Pangeran Edward.
Sebagai bocah kecil, sebetulnya Pangeran Edward enggan berpisah dengan ibunya. Tetapi karena Pangeran Suhaimi pandai membujuk, dengan cara memenuhi permintaan Pangeran Edward, akhirnya Edward kecil mau juga tinggal bersama kakeknya.
Sampai saat ini Pangeran Edward masih teringat masa-masa awal berpisah dengan ibundanya, Siti Rahmasuri, pangeran kecil ini mengaku sering harus pura-pura masuk kamar mandi hanya karena ingin menangis. Menangis karena kangen pada ibu. “Ya, nangisnya sebentar saja, malam-malam tidak bisa tidur, masuk kamar mandi,” kenang Pangeran Edward.
Untuk membunuh rasa kangen terhadap ibunya, Edward kecil secara periodik mengunjungi ayah-ibunya di Baturaja. Jarak antara Tanjungkarang – Baturaja ditempuh dengan naik kereta. Rupanya, perjalanan menggunakan kereta ini juga me
mberi pengalaman berharga. Alam pedesaan dan kehidupan masyarakat sepanjang lintasan rel kereta api selalu menghidangkan secara riel situasi kondisi masyarakat Lampung. Dari situlah pemahaman awal tentang konstruksi sosial dalam masyarakatnya mulai dipahami.
Rasa kangen dengan sang ibu lama-kelamaan bisa diatasi setelah me
nyadari kalau dirinya adalah pewaris tahta Kepaksian Pernong. Ia mulai sadar, sesuai dengan tradisi, sebagai satu-satunya anak laki-laki keturunan garis lurus tanpa putus Sultan Kepaksian Pernong, ia harus mempersiapkan diri untuk memegang tanggung jawab, ia harus bisa mengutamakan kepentingan rakyatnya, mengalahkan kepentingan pribadi. Berpisah dengan ibu dan ayah dianggap sebagai salah satu bentuk persiapan menjadi sultan. “Saya harus ditempa, harus mengerti rakyat. Kalau bisa memahami rakyat maka rakyat akan mendukung. Lama bergaul di tengah mereka, maka akan tahu bagaimana memimpin orang Lampung. Kalau tidak kenal, tidak bisa, sulit ....,” cerita Pangeran Edward lagi.
Sebagai pewaris tahta Kepaksian Pernong, sejak kecil Edward sudah dipanggil Pangeran oleh orang-orang di sekitarnya. Kakeknya pun menyebut dirinya sebagai Pangeran kalau sedang berbicara tentang Edward kepada orang lain. Jadi sejak kecil, Edward telah dibangun kesadaran dan nalurinya, bahwa dia adalah pangeran pewaris tahta. Sebagai seorang Pangeran, lingkungannya juga memberikan dukungan; semua orang menyebutnya sebagai Pangeran, Edward menjadi mulai mengetahui apa yang sepantasnya dilakukan dan tidak pantas dilakukan.
Salah satu bentuk pendidikan awal untuk menjadi sultan selain sebutan pangeran adalah diharuskannya Pangeran Edward duduk di kursi/po
sisi tertentu dalam suatu rapat, pertemuan, perhelatan, dan atau berjalan pada posisi tertentu dalam acara-acara adat lainnya. Bentuk lainnya, kalau berjalan ia diiring banyak orang. Dan, lambat laun, sesuai dengan pertambahan umurnya ia makin dibiasakan dalam kedudukannya sebagai Pangeran pewaris tahta Kepaksian Pernong. “Namanya juga anak-anak, waktu itu saya pikir juga, ada apa dengan semua ini? Di dekat acara ada kawan sebaya, kawan main, saya tarik-tarik agar ikut berjajar denganku, tahu-tahu ada manusia dewasa yang melarang, tidak boleh begitu ... seharusnya begini ..... “
Sebagai seorang calon sultan, Pangeran Edward harus mempunyai “kelebihan” dibanding dengan rakyatnya. Maka selain diajar bagaimana harus bersikap sebagai calon sultan, ia juga dididik oleh sang kakek tentang segala aspek kehidupan. Dalam ingatan Pangeran Edward, tidak selalu pelajaran yang diberikan kakeknya merupakan pelajaran yang rumit. Seringkali sang kakek justru memberikan pelajaran dari kehidupan sehari-hari sehingga mudah ditangkap oleh cucunya. Seperti misalnya, ketika Pangeran Edward ingin mengundang makan kawan-kawan sebayanya, ia menampik mengundang seorang kawan
yang tubuhnya korengan. Kakeknya bilang, tidak bisa. Kawan itu harus tetap diundang karena dia sehari-hari bermain bersama. Termasuk berangkat semobil menuju tempat perhelatan. “Jadi kamu tetap harus makan bersama dia. Kau tidak boleh membeda-bedakan. Saya ingat, dan saya berkawan sampai sekarang,” kata Pangeran Edward mengenang.
Ajaran Pangeran Suhaimi ini masih tetap dilakukannya hingga kini. Sebagai Sai Batin, pemilik adat dan pemilik rakyat Kepaksian Pernong, juga sebagai Kapolres Jakarta Barat, dua jabatan tinggi itu tak melenakannya untuk bergaul dengan siapa saja. Ia dekat dengan para ulama, para pemuka adat, para raja Nusantara, juga dengan wartawan dan intelektual. Bila ada kesempatan, dalam kesibukan tugas kepolisian, Pangeran Edward selalu menyempatkan diri untuk menyantuni fakir miskin dan anak yatim. Apalagi dalam bulan puasa. Pernah suatu ketika, Pangeran mengundang anak yatim piatu pada subuh hari pada bulan Ramadhan ke Mapolres Jakarta Barat untuk menerima santunan dan mengikuti pengajian selepas subuh. Saat “pulang kampung” untuk keperluan ziarah, Maret 2007 lalu pun Pangeran Edward selalu menyempatkan membagi rezeki untuk anak yatim piatu di dekat lokasi ziarah.

Kebiasaan menyantuni fakir miskin, terutama anak-anak yatim-piatu sudah menjadi ‘ritual’ sejak Pangeran Edward masih kecil. Menurut keterangan Erlina, adik kandung Pangeran Edward, kakaknya itu sejak kecil suka berbagi dengan kaum fakir miskin dan anak yatim. “Bahkan terkadang kami, adik-adiknya, merasa Pangeran lebih menyayangi anak yatim daripada kami. Meski kami kemudian menyadari kalau apa yang Pangeran lakukan itu benar.”
Sementara bagi Pangeran Edward, penerus para mujahid pendiri Sekala Beghak memiliki kewajiban untuk terus mengembangkan syiar Islam. Seorang Sai Batin juga merupakan imam bagi rakyatnya. Bukan hanya pemimpin formal tapi juga pemimpin spiritual. Berkewajiban membentuk rakyatnya menjadi pribadi yang beriman pada Allah, mencintai Rasulullah, dan berakhlak mulia. “Kakek selalu mengajarkan saya untuk menjalankan syariat dengan benar. Orang bisa disebut baik kalau ia menjalankan syariat agamanya dengan baik.”
Dalam satu kesempatan, Pangeran Edward menasehati seseorang, “Kalau kamu tidak menunaikan ibadah haji, maka kamu belum mencintai Rasulullah. Karena saat kita menjalankan ibadah haji, kita bisa merasakan bagaimana perjuangan Rasulullah untuk menyiarkan Islam, sehingga kita akan malu kalau melakukan perbuatan yang tidak baik.”
Melalui kakeknya pula, Pangeran Edward mendapatkan pelajaran tentang harkat dan martabat manusia. Ia menyadari kalau setiap orang bisa menjadi orang baik-baik kalau beradab, tahu bahasa. Orang beradab dan biadab bisa terlihat dari tata cara dan perilaku kesehariannya. Kata kakeknya memberikan contoh, tidak ada gunanya keturunan AMS – setingkat SMA, (baca: pendidikan tinggi) kalau tidak punya adat, tidak tahu adab, tidak tahu bahasa. “Orang yang tak tahu adab artinya sama dengan binatang, kata kakek saya,” tutur Pangeran Edward.
Dari mulut kakeknya pula Pangeran Edward mengenali dan memahami adat istiadat Sai Batin. Kakeknya tidak hanya berbicara riwayat nenek moyang mereka saja. Pangeran Suhaimi juga selalu menyuntikkan pemahaman pernik-pernik adat Sai Batin kepada cucu kesayangan dan cucu harapannya ini. “Entah karena apa, setiap kata-kata kakek yang berkait dengan adat istiadat, saya ingat sampai sekarang,” kata Pangeran Edward. Bahkan kalimat doa dan sejumlah lirik syair penting lainnya pun masih diingatnya. Terutama, kalimat-kalimat bijak dan ungkapan penuh kearifan lainnya yang digali dari khazanah budaya Sai Batin.
Tidak selamanya Pangeran Edward mendapatkan pelajaran secara langsung dari kakeknya, khusunya pelajaran tentang agama. Seringkali ia mencuri dengar saat sang kakek berbicara dengan tamu-tamunya—mungkin juga sang kakek sengaja melibatkan cucunya yang masih kecil. Misalnya, saat Pangeran Suhaimi berbicara dengan sejumlah ulama dari mazab tertentu yang membahasa syariat, makrifat, dan hakikat. Mereka berbicara disertai dalil yang mengutip ayat-ayat Al Quran, Hadits dan juga Kitab-kitab tertentu. Semua lancar disebutkan di luar kepala dalam bahasa aslinya dan berdebat dengan argumen yang sangat logis dan cerdas. Pangeran Edward memang belum cukup umur waktu itu tetapi mendengar mereka berdiskusi, rasanya banyak hal yang bisa ia tangkap arah pembicaran mereka. Meski Pangeran Suhaimi selalu melayani percakapan dengan mereka namun kepada Pangeran Edward mengatakannya secara berbeda. “Yah, yang itu tadi kan pembicaraan tentang proses seperti yang dialami para nabi. Semua nabi mengalami hal seperti itu. Nah, Jujungan (kakek sering menyebut Rasulullah Muhammad SAW dengan Junjungan) sudah menemukan Allah, sudah membawa perintah langsung dari-Nya, sudah membawa tuntunan. Kita-kita ini, tinggal melaksanakan. Tidak usah mencari-cari sendiri, sudah itu Al Quran dan Hadits, laksanakan saja. Semua sudah tersedia, laksanakan saja,” cerita Pangeran Edward mengenang kakeknya.
Selain dari mencuri dengar, pelajaran tentang aspek spiritual dalam Islam juga diperoleh Pangeran Edward secara langsung. Dalam ingatannya, suatu periode waktu tertentu setiap malam ia tidur di sisi kakeknya. Dalam sepetiduran itulah dia bersaksi bahwa kakeknya melakukan suatu dzikir dalam suatu tarekat tertentu. Dalam masa itu pula, kakeknya juga menerima tamu dan berbicara masalah-masalah agama yang mendalam, sampai ke perbincangan makrifat. Meskipun kakeknya memberi bekal pengetahuan kepada sejumlah orang tentang ilmu makrifat, tetapi kepadanya tidak bicara mendalam. Tampak sekali, Kakeknya memproyeksikan cucunya untuk menjadi Sultan dengan bekal mental dan pikir yang kuat.
“Selesai bicara mendalam tentang agama kepada sejumlah ulama yang datang, kakek suatu kali bilang padaku, ‘Kita ini sudah enak karena proses menemukan Tuhan telah dicapai oleh Nabi Muhammad dan kita tinggal meneruskan sunah Nabi untuk beribadah kepada Allah’, mungkin maksud Kakek kita harus tekun beribadah karena kita percaya, dan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah rasul-Nya. Kalau kita percaya, maka tinggal melakukan sebagaimana dilakukan Nabi. Artinya, proses berat menuju makrifat sudah tercapai, kita tinggal menjalankan syariat. Secara sederhana Kakek hanya mau bilang, meski beliau belajar tasawuf tetapi saya tak perlu sampai ke sana. Mungkin Kakek hanya melihat satu-satunya tugas hari depanku: menjadi Sai Batin.”
Meski Pangeran Edward pada saat itu tidak paham benar apa yang disampaikan kakeknya kepada tamunya, namun ingatan ini betul-betul melekat dalam batinnya. Dari situlah dia tahu, Kakeknya seorang pengamal ajaran Islam yang taat dan pandai menempatkan diri. Belakang hari, ia baru menyadari, Kakeknya mengelola masalah furuq, perbedaan kecil, dalam menjalankan ibadah dengan amat baik. Bahkan, Kakeknya juga dapat menjelaskan masalah perbedaan tradisi dan agama dengan baik. “Kakek menganggap kenduri selamatan bagi orang yang meninggal tidak perlu dilakukan. Orang kesusahan kok malah bikin makanan,” kata Pangeran Edward.

Pada usia yang sangat dini itu Pangeran Edward juga menyaksikan Kakeknya selalu berusaha menjalankan ibadah sesuai dengan sunnah Nabi. Bersamaan dengan itu, Kakeknya tidak fanatik memilih salah satu aliran atau organisasi keagamaan tertentu. Suatu kali Kakek mengatakan, berwudlu sudah merupakan wujud awal niat untuk menjalankan shalat. Tetapi, kata Pangeran Edward, pada kali lain kakek juga membaca “usholi ....” dan baca qunut juga. “Tapi kakek selalu saya lihat melakukannya dengan penuh kesadaran didasari alasan yang kuat. Kakek, berpikir dan bertindak merdeka dilandasi basis pemahaman yang kuat.”
Selain mendapatkan pelajaran dari kakeknya, Pangeran Edward juga menempuh pendidikan formal. Namun, menurut pengakuannya sendiri ia bukan tipe anak yang rajin sekolah. Bahkan, masa sekolah ini dilewati dengan “hobi khususnya”, suka pindah-pindah sekolah. Bahkan, dia mengaku tidak terlalu memikirkan mata pelajaran sehingga tidak mengetahui pelajaran yang disuka atau dibenci.
Walaupun tidak suka membaca buku pelajaran ternyata Pangeran Edward merupakan seorang penggila komik. Ia sangat menyukai komik wayang RA Kosasih. Komik-komik itu telah dibacanya sejak sebelum masuk sekolah. Begitu masuk sekolah dasar, kerjaannya setiap hari pergi ke Pasar Tanjung Karang, cari komik. Baca komik di pasar, tidak masuk sekolah. Pulang siang, langsung masuk kamar dan meneruskan membaca Komik. Perilaku ini ternyata diperhatikan oleh Kakeknya. Disangkanya, cucunya ini kelelahan, setiap pulang sekolah langsung istirahat. Suatu ketika, ada surat panggilan dari sekolah gara-gara Pangeran jarang masuk kelas. Meski Kakeknya pejabat daerah dan pemimpin adat yang terpandang serta disegani, dalam urusan cucu kesayangannya ini ia tak mau mewakilkan pada utusannya. Pangeran Suhaimi datang sendiri ke sekolah. Setelah itu, Pangeran Edward pun masuk kelas lagi dan diberitahu oleh guru-gurunya, bahwa dia hampir saja tidak naik kelas!
“Banyak tuh kawan saya, ada yang kelas lebih atas waktu itu yang tahu soal kelakuan saya di SD, itu Zulkifli yang jadi bupati, Fauzan juga jadi bupati, dan itu Basri jadi Sekda, juga ada yang sekarang menjadi kepala dinas di Banten,” kata Edward Syah Pernong sambil tertawa. Meski gemar membolos, suka pindah-pindah sekolah, namun pendidikan formal ditempuhnya dengan mulus. Ia lulus SD tahun 1972, lalu tamat SMP tahun 1975, dan SMA tahun 1977.
Dari komik itulah Pangeran Edward kemudian tertarik memelajari silat. Ketertarikan ini mendapat dukungan dari sang kakek. Maka diundanglah guru silat. Silat Kumango dan Silat Melayu. Guru silat Pangeran Edward adalah Mat Umar dan Tuyuk Madat yang masih terbilang kakeknya. Mat Umar mengajarkan pernafasan dan teknik gerak : pukulan, tendangan, tangkisan, bantingan, loncatan, kembangan, gerak tipuan yang dirangkai dalam jurus-jurus silat yang bercampur antara keras, lembut, cepat, lambat serta tarung. Dan Toyuk Madat mengajarkan “filosofi dasar” gerak dan jurus silat.
Memelajari ilmu silat bagi Pangeran Edward adalah untuk menambah rasa percaya diri dalam menghadapi kehidupan. “Percaya diri memang kuncinya. Tetapi percaya diri itu harus diciptakan, diperjuangkan, dan diusahakan. Binalah dirimu sehingga selalu siap sewaktu-waktu dibutuhkan, begitu kata Bruce Lee,” kata Pangeran Edward sambil tertawa.
Read More......